| 199 Views
Food Estate Untuk Ketahanan Pangan

Oleh : Siti Azizah Masruroh
Di Indonesia, konsep ketahanan pangan di definisikan dalam UU18/2012,ukuran ketahanan pangan, Keterjangkauan pangan,serta pemanfaatan pangan. Tapi pada kenyataannya Indonesia telah lama mengalami masalah ketahanan pangan yang tidak kunjung terselesaikan. Hingga akhirnya pemerintah memilih program Food estate sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah ketahanan pangan ini.
Implementasi proyek lumbung pangan tersebar di berbagai wilayah Indonesia, seperti Kalimantan Tengah, Sumatra Utara,Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, JawaTengah, hingga Papua. Pelaksanaan proyek ini melibatkan berbagai kementerian, termasuk kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertahanan,dan Kementerian PUPR.
Adapun tujuan utama food estate adalah untuk menjaga pasokan lahan dalam negeri, khususnya kebutuhan beras.Program food estate melibatkan dua pendekatan utama: Intensifikasi dan ekstensifikasi.Lahan intensifikasi merujuk pada pengembangan lahan sawah yang telah eksis, sementara ekstensifikasi melibatkan pembukaan lahan baru.Dinas tanaman pangan, hortikultura,dan peternakan(TPHP) Kalimantan Tengah mencatat bahwa total luas lahan food estate yang sudah atau sedang dikembangkan mencapai 44.000 hektare.
Namun proyek food estate ini menuai kritik dari para ahli dan pemerhati lingkungan.Mereka menyoroti pilihan lokasi pengembangan food estate,yaitu kawasan eks-proyek pengembangan lahan gambut (PLG). Kawasan eks-PLG ini sebagian besar terdiri dari gambut,yang sebelumnya merupakan proyek lumbung pangan yang tidak berhasil, menimbulkan pertanyaan fundamental mengenai keputusan untuk kembali memilih kawasan tersebut. Ironisnya, meskipun proyek serupa di masa lalu telah meninggalkan dampak serius pd ekosistem dan menimbulkan kerugian besar bagi negara,namun proyek ini diulang kembali dikawasan yang sama tanpa usaha untuk memperbaiki kondisi lahan tersebut.Jadi tanda tanya besar di dalam benak,ada apa dibalik proyek food estate?
Kerjasama dengan China dalam proyek food estate
Pastilah bertanya-tanya mengapa Indonesia harus menggandeng china dalam proyek food estate sebagai langkah menyelesaikan masalah ketahanan pangan di Indonesia?
Menteri koordinator bidang maritim dan investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan menggandeng china untuk menggarap sawah di Kalimantan Tengah.Kesepakatan tersebut menjadi salah satu hasil pertemuan dengan menteri Luar Negeri China Wang Yi dalam ajang High Level Dialogue and Cooperation Mechanism(HDCM) RI-RRC di Labuan Bajo,Nusa Tenggara Timur.Jum'at (19/4) (CNN Indonesia 22/4/2024).
Menurut Luhut, China telah berhasil mengimplementasikan teknologi tanam padi yang menjadikan mereka bisa swasembada padi, Indonesia berkepentingan untuk mengadopsi teknologi itu dan China telah sepakat untuk melakukan transfer teknologi tersebut (VOA Indonesia 27/04/2024).
Apakah benar demikian, kerjasama dengan China semata-mata hanya untuk meningkatkan produksi padi Indonesia? Nyatanya kerjasama yang dilakukan adalah dalam rangka mengukuhkan arah kerjasama Indonesia dengan China di berbagai bidang.
Adapun proyek kerjasama food estate dengan China menurut para ahli banyak mengalami kegagalan pengamat pertanian dari asosiasi ekonomi politik Indonesia (AEPI) Khudori menegaskan jika kerjasama Indonesia -China termasuk dalam hal menyuplai benih padi dari luar negeri justru berpotensi mengalami kegagalan.Menurut dia, penggunaan benih padi luar negeri ke Indonesia tidak selalu menjadi solusi baik dan bisa langsung diaplikasikan.Banyak hal yang perlu di perhatikan sebelum ini dilakukan,menurut dia,mulai dari adaptasi cuaca atau iklim,sifat tanah yang berbeda serta hama penyakit dan belakangan diketahui ternyata benih padi hibrida yang diimpor dan di bagikan sebagai bagian dari bantuan benih kepada petani hasilnya tidak sesuai ekspektasi.(VOA Indonesia 27/04/2024)
Teknologi pertanian China,proyek padat modal
Pada APBN 2024, pemerintah telah menganggarkan Rp 108,8 Triliun untuk mendukung ketahanan pangan nasional, termasuk program Food estate.Anggaran jumbo tersebut,sempat terkuak saat Jokowi menyampaikan keterangan pemerintah atas UU APBN Tahun Anggaran 2024 berserta Nota Keuangan di kompleks parlemen,Jakarta,pada 16 Agustus 2023.
Alokasi anggaran tersebut terbilang jumbo.Oleh karena itu,wajar bila kepala negara ingin ada skema pembiayaan lain untuk mengurangi beban APBN. Maka Jokowi ingin mengundang Investor untuk berinvestasi membiayai proyek food estate.
Begitulah jadinya ketika pemerintah ingin menyelesaikan masalah ketahanan pangan tapi tidak secara mandiri.Pemerintah justru menggandeng china untuk berkerjasama dalam proyek food estate.Alih-alih menyelesaikan masalah,hal ini justru menambah masalah baru. Bagaimana tidak,proyek food estate butuh modal yang tidak sedikit. Tapi tidak ada jaminan proyek ini berhasil,bahkan diprediksi akan gagal seperti yang dialami oleh pemerintahan sebelumnya.Tersebab kepengurusan negara tidak hanya pertanian, negara tidak bisa memaksimalkan upaya untuk membiayai program Food estate secara terus-terusan. Alhasil dipilihlah investor sebagai penyuntik dana untuk food estate.
Jadi jika nanti program Food estate di ambil investor dan di pandang akan meringankan beban negara, Investor akan membangun infrastruktur agar proyeknya bisa berjalan lancar.
Sayangnya, hal ini bukan jaminan akan berhasil. Investor melakukan investasi tentu bertujuan mencari untung,bukan layanan sosial.Apapun yang dilakukan, pertimbangannya adalah untung dan rugi dan apabila program ini berhasil yang nantinya di untungkan adalah swasta,bukan rakyat.Rakyat tetap harus merogoh kocek untuk mendapatkan makanan.
Sistem Kapitalisme jadikan Negara sebagai pembebek
Beginian jadinya jika sebuah negara menerapkan sistem Kapitalisme demokrasi.Negara tidak bisa berdiri dikaki sendiri karena sudah terjerat oleh cengkraman negara-negara besar seperti China yang menjadi salah satu yang memberikan utang kepada Indonesia.Akhirnya setiap proyek yang dicanangkan pasti akan melibatkan negara asing atas embel-embel memperkuat hubungan luar negeri antar keduanya.Padahal ada kepentingan dibalik kerjasama tersebut.Dimana China lah yang di untungkan dengan adanya kerjasama ini.Sedangkan Indonesia sendiri menghadapi ketidakpastian proyeknya akan berhasil.Ditambah lagi bayang-bayang utang yang semakin membengkak.
Maka selama negara berpijak pada dasar kapitalisme,selama itu pulalah berbagai permasalahan tidak akan terselesaikan.Termasuk dalam menyelesaikan masalah ketahanan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang erat dengan kebutuhan dasar masyarakat.Oleh karenanya,perlu ada upaya signifikan untuk menaikkan produksi pertanian.Sayangnya,jauh panggang dari api, kenyataannya berbeda dari yang di harapkan.
Oleh karenanya,perlu ada perubahan paradigma seputar pangan dan ketahanan pangan.Proyek strategis ini tidak boleh berjalan dengan paradigma ideologi kapitalisme dan ditangani dengan model pemerintah demokrasi yang sarat kepentingan.Lalu bagaimana dengan paradigma Islam?
Paradigma pangan dalam Islam
Sistem pertahanan sebuah negara tidak hanya diukur dari pertahanan militernya,melainkan yang lebih utama adalah upaya negara memiliki ketahanan pangan dan memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Oleh karena itu,Negara akan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian dengan serius.Negara akan membiayai semua hal yang dibutuhkan untuk mendukung program tersebut.Biaya itu akan di ambil dari kas baitulmal.Baitulmal sendiri mendapatkan pemasukan dari beberapa pos, seperti jizyah, Fai, Kharaj, Ganimah dan pengelolaan SDA.
Untuk mencapai kedaulatan pangan, politik negara agraris harus dijalankan melalui instrumen tiga kebijakan sektor pertanian, yakni produksi, industri dan perdagangan.Dengan demikian, proses ekstensifikasi dan intensifikasi lahan pertanian menjadi sebuah keniscayaan.
Pertanyaannya, mekanisme ekstensifikasi dan intensifikasi seperti apa yang tidak menyebabkan kerusakan? Mari kita telisik mengenai politik pertanahan dalam Islam.
Ekstensifikasi lahan pertanian dapat dilakukan melalui dua cara berikut. Pertama : Mekanisme penguasaan tanah.Tanah dapat dikuasai melalui warisan, hadiah dan penjualan.
Kedua, menghidupkan tanah mati(hiya'ul mawat). Tanah mati adalah tanah yang tidak tampak dimiliki oleh seseorang dan tidak tampak ada bekas-bekas apapun seperti pagar,tanaman, pengelolaan,ataupun yang lain.
Dari Aisyah ra,"Siapa saja yang telah mengelola sebidang tanah yang bukan menjadi hak orang lain,maka ialah yang lebih berhak atas tanah itu."(HR Bukhari).
Sedangkan intensifikasi lahan pertanian dilakukan melalui dua cara berikut.Pertama: pengelolaan lahan pertanian.setiap orang yang memiliki tanah diharuskan untuk mengelola tanahnya secara optimal.Siapa pun yang membutuhkan biaya pengelolaan tanah akan diberi modal oleh negara.
Kedua, larangan sewa tanah pertanian.larangan sewa tanah pertanian secara ekonomis dapat dipahami sebagai upaya agar lahan pertanian dapat berfungsi optimal.
Selain pengelolaan ekstensifikasi dan intensifikasi tanah, negarapun memiliki kebijakan mekanisme pasar yang sehat,yakni larangan penimbunan, penipuan, transaksi Ribawi, monopoli,dan mematok harga.
Demikianlah paradigma Islam dalam mengatasi persoalan pangan secara komprehensif dan fundamental. Food estate tidak akan menemui kegagalan jika paradigma dan pengaturan sistem pangan berdasarkan sistem Islam secara kaffah dalam sistem khilafah.
Wallaahu a'lam bi ashshawaab.