| 142 Views

FOMO Bukan Gaya Hidup Islami

Oleh : Ummu Qianna 

Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) kini telah menjadi salah satu tren yang mencolok di kalangan generasi Z. FOMO menggambarkan bagaimana interaksi berbasis teknologi, terutama melalui media sosial, memiliki dampak besar terhadap psikologi dan perilaku komunikasi individu, khususnya remaja dan dewasa muda. Mereka sering merasa khawatir akan ketinggalan informasi, pengalaman, atau tren yang sedang berlangsung, yang pada akhirnya mempengaruhi keputusan dan gaya hidup mereka.

Menurut laporan dari kompas.com, Pengamat Sosial mengungkapkan bahwa FOMO dapat menimbulkan dampak negatif. Seseorang yang mengalami FOMO bisa sampai mengorbankan harga diri, keluarga, bahkan bangsanya demi mengikuti tren yang sedang populer. FOMO juga berpotensi menimbulkan masalah jika seseorang melakukan tindakan melanggar hukum untuk mendapatkannya, yang tentunya akan merugikan orang lain serta dirinya sendiri. Selain itu, Sosiolog menambahkan bahwa FOMO dapat mendorong seseorang menjadi narsistik. 
Selain itu, Gaya hidup anak muda yang terpengaruh oleh FOMO menjadi tantangan besar, terutama dalam hal kesehatan finansial. Gaya hidup ini bisa menyebabkan masalah finansial jika tidak dikelola dengan bijak. Memaksakan diri untuk mengikuti tren tanpa perhitungan matang dapat menyebabkan ketergantungan pada utang yang tidak produktif.

Dilansir dari Kompas.com Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa generasi milenial dan Gen Z menjadi kontributor utama kredit macet pada pinjaman online (pinjol), dengan tingkat wanprestasi (TWP90) mencapai 2,53 persen pada Juli 2024. Kelompok usia 19-34 tahun menyumbang 37,17 persen dari total TWP90. Habriyanto pun mendorong anak muda untuk lebih bijak dalam meminjam dan tidak terbebani oleh fenomena "doom spending" atau kekhawatiran dianggap ketinggalan zaman.

Akar dari gaya hidup FOMO ini dapat ditelusuri pada sistem liberal kapitalisme. Sistem ini mendorong individu untuk mengejar kebebasan tanpa batas dan konsumerisme tanpa henti. Gaya hidup hedonistik, di mana kesenangan dunia sesaat menjadi prioritas utama, semakin memperparah situasi. Generasi Z pun terpikat pada pola hidup yang lebih berfokus pada pencapaian materi dan kesenangan instan, ketimbang potensi dan nilai jangka panjang. 
Akibat dari fenomena ini, potensi besar yang dimiliki oleh generasi Z sering kali diabaikan. Mereka seharusnya dapat mengembangkan diri menjadi individu yang berprestasi dan berkarya, tetapi gaya hidup FOMO justru mengekang mereka. Selain itu, gaya hidup ini juga menghambat generasi Z untuk menjadi agen perubahan yang mampu membawa kebaikan bagi masyarakat dan dunia. Bukannya didorong untuk berkarya, mereka lebih terjebak dalam lingkaran konsumerisme yang menyesatkan.

Regulasi dan aturan dalam sistem kapitalis yang berlaku saat ini juga tidak memberikan perlindungan bagi generasi Z dari gaya hidup FOMO. Alih-alih melindungi, sistem ini malah menjerumuskan mereka lebih dalam ke dalam siklus materialisme yang dipicu oleh media sosial. Banyak dari mereka terjebak dalam perlombaan untuk mengikuti tren, membandingkan diri dengan orang lain, dan mengejar status sosial yang bersifat sementara.

Sebaliknya, dalam pandangan Islam, pemuda, termasuk generasi Z, memiliki potensi luar biasa yang dapat menjadi kekuatan besar bagi umat. Islam melihat mereka sebagai agen perubahan yang dibutuhkan, terlebih dalam upaya menuju kebangkitan peradaban. Pemuda dalam Islam memiliki peran strategis dalam membangun masa depan yang lebih baik, karena mereka memiliki energi, semangat, dan keinginan untuk membuat perubahan positif.

Islam juga memiliki sistem yang sempurna untuk melejitkan potensi generasi Z. Dengan panduan hidup yang sesuai dengan tujuan penciptaan manusia, Islam memberikan arah yang jelas tentang bagaimana seorang individu, khususnya pemuda, bisa berkontribusi bagi masyarakat dan agama. Generasi Z tidak hanya diajak untuk mengejar kesenangan duniawi, tetapi juga untuk mempersembahkan karya terbaik bagi umat dan agama.

Potensi generasi Z dalam Islam diharapkan tidak hanya sebatas pada pencapaian pribadi, tetapi juga untuk berkontribusi dalam pembangunan kembali peradaban Islam yang pernah mencapai kejayaannya di masa lalu. Dalam naungan Sistem Islam, umat Islam dahulu pernah mencapai puncak peradaban yang gemilang, dan generasi Z diyakini memiliki peran besar untuk mengembalikan kejayaan tersebut.

Dengan panduan Islam, generasi Z tidak lagi akan terperangkap dalam lingkaran FOMO atau gaya hidup konsumerisme yang sia-sia. Sebaliknya, mereka akan diarahkan untuk memaksimalkan potensi mereka dalam berbagai bidang, baik ilmu pengetahuan, seni, teknologi, maupun kontribusi sosial. Inilah yang akan membawa mereka menuju kehidupan yang lebih bermakna dan tujuan yang lebih mulia.

Oleh karena itu, penting bagi generasi Z untuk menyadari potensi luar biasa yang mereka miliki, dan berupaya keluar dari jebakan gaya hidup FOMO yang hanya akan membatasi perkembangan mereka. Dengan mengadopsi nilai-nilai Islam yang menekankan pada tanggung jawab, pengabdian, dan pencapaian spiritual, generasi Z dapat menjadi agen perubahan yang sesungguhnya dalam membangun masa depan yang lebih baik. Wallahu’alam bii shawwab


Share this article via

69 Shares

0 Comment