| 29 Views
Fenomena Judol Menyasar Anak Anak, Kapitalisme Biang Kehancuran

Oleh : Susi Ummu Musa
Miris! Anak anak Indonesia kini terancam masa depannya, kecanggihan teknologi yang diharapkan mampu menunjang nilai akademik dan prestasi ternyata malah memoles anak anak dengan aktivitas lain yang membuat mereka kehilangan arah.
Judol alias judi online kini menyasar anak anak dibawah umur dilaporkan Jakarta, CNBC Indonesia - Transaksi judi online atau judol telah dilakukan oleh anak-anak berusia sejak 10 tahun di Indonesia. Ini merupakan hasil temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Temuan ini diungkap PPATK dalam Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko). Promensisko bertujuan memperkuat kapasitas pemangku kepentingan dalam memahami pola, mendeteksi dini, dan merespons secara efektif tindak pidana pencucian uang berbasis digital.Data kuartal I-2025, yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp 2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp 2,5 triliun.
"Angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dikutip dari siaran pers Promensisko 2025, Kamis (8/5/2025)
Maraknya kasus judol ini tentu membuat orangtua cemas, lemahnya sistem pembinaan yang didapat baik di sekolah, dirumah maupun di lingkungan juga tidak didapatkan. Tak jarang anak anak yang sudah candu bermain judol rela menggunakan uang saku mereka bahkan meminta orang tuanya.
Rasa penasaran yang besar karna judol atau barang kali pernah menang hingga mendapatkan uang lalu mencobanya kembali berulang ulang hal itulah yang dilakukan kebanyakan para pecandu judol.
Padahal mereka sudah masuk dalam jebakan judol yang sudah diatur oleh sistem.
Perlu diketahui sebagai mana kegiatan judol ini pernah dibongkar oleh salah satu ustadz yang cukup terkenal dan dulunya beliau adalah seorang bandar judol di thailand "Koh Denis Lim" Beliau membongkar habis fakta tentang judol.
Menurutnya, dunia perjudian itu sudah diatur sedemikian rupa. Di mana bandar akan menjadi pemenang sementara pemain judi (player) akan kalah. Hal itu karena bandar adalah manusia biasa yang mempunyai rasa lapar. Sehingga para "pengusaha" judi online tentunya membutuhkan uang untuk memenuhi rasa laparnya itu.
Sebenernya gini sih, judi online gak simsalabim ada. Jelas ada orang yang bikin. Orang yang bikin manusia, bisa lapar dan perlu makan. Apakah kita serius berpikir para ‘pengusaha’ judi online sengaja bikin judi online itu untuk bagi-bagi duit kepada para pemainnya dengan cara kemenangan?," tutur Ustaz Dennis.
Namun hal ini tidak menggugah para pemain mereka masih bergelut didunia perjudian dengan harapan besar yaitu menang. Tak hanya itu terlalu mudahnya akses internet untuk judol juga sangat mendukung para pemain kapan saja dan dimana saja bisa berinteraksi dengan situs situs judol yang bertebaran di sosmed.
Alih alih dihapus pemerintah karena memakan korban yang cukup besar faktanya itu tidak terjadi malah semakin merajalela dan terus menimpa anak anak dan semua kalangan.
Mengapa hal ini dibiarkan?
Sebenarnya masyarakat khususnya orangtua yang baik sangat prihatin dengan kondisi ini berbagai pro kontra telah dicanangkan kepada pemerintah untuk mengusut kasus judol ini. Namun seperti yang kita tahu bersama pemerintah hanya beretorika saja tanpa melakukan aksi nyata demi menyelamatkan generasi maupun bangsa ini.
Sistem yang diterapkan dinegri ini menjadi salah satu dasar berdirinya judol di Indonesia yang merajalela.
Kapitalisme sekuler adalah sistem yang berazaskan manfaat semata maka dari itu segala sesuatu yang bisa diambil manfaatnya meski menghasilkan dampak yang rusak tetap saja dilakukan.
Inilah bentuk pengabaian sistem terhadap pola kehidupan masyarakat luas yang nyatanya merusak generasi. Akhirnya apa yang dicita citakan oleh bangsa ini menuju Indonesia emas hanyalah omong kosong jika judol yang menyasar anak anak dibawah umur masih terpelihara!
Wallahu a lam bissawab