| 69 Views
Darurat Kekerasan pada Anak, Dampak Diabaikannya Syariat

Oleh: Y. Dianita
Boyolali
Kekerasan pada anak terus terjadi bahkan semakin marak. Hal ini membuat masyarakat berpikir jika sudah tidak ada tempat yang aman lagi untuk anak-anak berkembang, belajar dan bereksploitasi. Jika seperti ini terus kondisinya bagaimana menjaga dan mendidik anak-anak.
Seperti yang dialami seorang santri Ponpes Darusy Syahadah Simo yang berinisial SS (16), warga Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, siswa kelas 1 KMT(Kulliyatul Mu'alimin Tahfidzul Qur'an) dianiaya dengan cara dibakar oleh Muhammad Galang Setyadarma (21) warga Kaliwungu, kabupaten Kendal. Tersangka merupakan seorang guru yang juga diketahui sebagai kakak dari seorang santri di ponpes tersebut. Perbuatan itu dilakukan tersangka terhadap korban karena korban telah menghilangkan atau mencuri handphone milik adiknya. Sehingga ia datang ke ponpes dan menginterogasi korban hingga akhirnya terjadilah pembakaran tersebut. Akibat kejadian tersebut, korban mengalami luka bakar 38% pada bagian wajah, leher dan kedua kaki. Saat ini sedang diupayakan perawatan di RSUD Simo (DetikJateng, 17 Desember 2024).
Kemudiam ada lagi kasus penganiayaan yang terjadi pada 17 November 2024, terhadap KM(12) warga desa Banyusri kecamatan Wonosegoro, kabupaten Boyolali. Penganiayaan dilakukan karena anak diduga mencuri pakaian dalam. Dalam kasus ini, Kepolisian Resor Boyolali telah menangkap 8 tersangka pelaku penganiayaan, yang berinisial AG, SH, FM, MF, WT, TP dan RM. Mereka akan ditahan hingga 31 Desember 2024. Salah satu dari mereka adalah ketua RT di wilayah tersebut. "Akibat peristiwa ini, korban mengalami luka memar di wajah dan bengkak pada jari kaki kiri", ujar Plt Kapolres Boyolali, Ajun Komisaris Besar Budi Adhy Buono bersama Kasat Reskrim, IPTU Joko Purwadi dan Kasi Humas, Ajun Komisaris Arif Mudi Prihanto (Tempo, 17 Desember 2024).
Sungguh menjadi PR bagi semua kalangan masyarakat. Anak yang seharusnya mendapat perlakukan baik dan fasilitas terbaik untuk menjadi aset dan generasi penerus negara. Akan tetapi sebaliknya, mereka mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dan merusak mental. Tentu hal ini, menjadi kondisi yang memprihatinkan dan harus segera diselesaikan. Sebab jika dibiarkan begitu saja maka akan memunculkan korban-korban yang lain.
Jika menilik kedua kasus penganiayaan di atas. Maka diharapkan tidak akan menjadi batu sandungan bagi pelaksanaan program terwujudnya smartcity di kabupaten Boyolali. Dengan tagline "Boyolali smile of Java" yang disematkan, bertujuan untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah. Yang bermakna Boyolali menjadi kabupaten yang nyaman untuk dikunjungi, disinggahi dan dihuni. Akan tetapi, kenyataannya kenapa kasus kekerasan terhadap anak bisa terjadi?
Kemudian lemahnya kontrol dari orang terdekat dan masyarakat membuat kasus ini semakin berlarut-larut. Serta perkembangan jaman dengan rasa individualisnya dan telnologi, membuat orang kurang kepedulian dengan orang lain terutama masalah yang terjadi di dunia anak-anak maka hal ini semakin memperburuk kondisi.
Selain itu, abainya negara dengan kasus-kasus di tengah-tengah masyarakat membuat rakyat kehilangan junnahnya. Maka dapat ditarik benang merahnya jika negaralah yang menjadi sumber kekerasan sebenarnya. Sebab negara menerapkan aturan yang memberi celah lebar bagi kasus kekerasan terhadap anak yaitu sistem kapitalis sekuler. Bahkan sistem sanksi yang ada pun tidak mampu mencegah dan membuat efek jera bagi pelaku. Akibatnya anak menjadi pelampiasan tindak kekerasan dan penganiyayaan. Bahkan kekerasan terjadi di lingkungan yang seharusnya aman, seperti pesantren, sekolah dan keluarga.
Oleh karena itu, sanksi yang tepat dalam persoalan ini tidak lain adalah penerapan aturan Islam Kaffah oleh negara yang diridhoi Allah SWT dengan Khilafah Islamiyah.
Dimana sistem Islam sangat berbeda dengan sistem kapitalis. Terbukti dari sejarahnya saja, sepanjang khilafah berdiri selama kurang lebih 1300 tahun lamanya, khilafah mampu melahirkan generasi unggul, pemuda berkepribadian Islam, berakhlak mulia dan beradab. Semua ini tidak lepas dari bentuk negara yang taat dan tunduk pada aturan Allah SWT. Oleh sebab itu, khilafah memiliki sistem perlindungan anak dengan tegaknya 3 pilar yang pertama adanya keimanan dan ketaqwaan individu yang kokoh sehingga akidah Islam menjadi landasan utama dalam berfikir dan bertindak. Kedua kontrol masyarakat dengan amar makruf nahi mungkar, untuk menjaga suasana keimanan dan mencegah terjadinya kekerasan dalam masyarakat. Ketiga adalah penerapan aturan oleh negara. Sebab negara berperan sebagai penjaga dan benteng dari ketakwaan. Dimana ketakwaan individu dan masyarakat bisa luntur setiap saat, oleh sebab itu negara punya andil dalam penerapan sanksi dan peraturan.
Jadi, hanya dengan sistem Islam lah semua bentuk kekerasan pada anak bisa teratasi dan diselesaikan dengan solusi dari aturan Allah Swt. Maka akan terwujud negara yang aman, nyaman dan sejahtera.
Wallahu a'lam bissowab.