| 9 Views
Danantara Kebijakan Yang Lahir Dari Sistem Sekuler Yang Menyengsarakan Rakyat

Oleh : Umi Silvi
Kebijakan baru telah terdengar di sudut negeri Indonesia saat ini. Topik hangat itu ialah Danantara, Badan Pengelola Investasi (BPI) yang telah resmi diluncurkan Presiden Prabowo. Badan ini telah digembar-gemborkan mempunyai dua perusahaan induk (holding) diantaranya holding investasi dan holding operasional yang diamana telah tercantum di dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang baru direvisi.
Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan badan pengelola investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara dan menyapa para ketua umum parpol dan ketua ormas keagamaan yang hadir. Prabowo memberi sambutan dalam peluncuran Danantara yang berlangsung di halaman tengah Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2025). Prabowo menyapa para tamu yang hadir, dari Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden Gibran Rakabuming, hingga pejabat wapres terdahulu
Danantara digadang-gadang akan memberikan angin segar di tengah terpuruknya sektor ekonomi. Seperti yang telah diketahui, Danantara merupakan lembaga investasi yang diciptakan pemerintah untuk investasi dan mengelola dana. Tujuannya untuk memudahkan dan mempercepat pembangunan dan proyek-proyek strategis negara.
Pos-pos hasil pemangkasan yang beberapa waktu lalu telah ditetapkan pemerintah dari sejumlah kementrian akan dimasukkan ke Danantara, sebesar US$ 20 Milyar (kompas.com, 15-2-2025). Tidak hanya itu, beberapa BUMN besar pun, segala asetnya akan dimasukkan ke pos Danantara. Presiden Prabowo menyebutkan Danantara sebagai satu mesin ekonomi yang memberikan harapan baru bagi generasi dan anak cucu di masa mendatang.
Dana yang diposkan untuk Danantara mayoritas berasal dari dana hasil efisiensi berbagai layanan rakyat dan dana-dana segar milik BUMN. Hal ini tentu berdampak pada jomplangnya kehidupan ekonomi saat ini. Maraknya badai PHK, pengurangan dana pendidikan, penghentian pembangunan fasilitas umum dan beragam dampak lain yang mengganggu stabilitas kehidupan rakyat.
Di balik lahirnya Danantara, ada satu hal yang menarik perhatian. Danantara disebut-sebut akan menjadi modal besar alias dana segar yang memudahkan pemerintah dalam membangun berbagai infrastruktur. Sementara, ada beberapa pos kebutuhan rakyat yang digeser, dan hanya menjadi sektor penunjang, seperti sektor pendidikan dan kesehatan yang dinomorsekiankan (pikiranrakyat.com, 30-1-2025). Padahal sektor-sektor ini merupakan sektor utama yang menjaga kesejahteraan dan kestabilan kehidupan rakyat.
Kebijakan Danantara merupakan ketetapan yang beresiko tinggi. Tidak hanya ‘gambling’ dalam mengelola dana, namun Danantara adalah lembaga yang secara nyata mengubah status BUMN menjadi badan swasta. Swastanisasi ini akan berdampak pada modal yang akan dijadikan “taruhan” dalam berinvestasi.
Bagaimana rakyat akan percaya pada Danantara, sementara badai korupsi terus menjadi isu yang tidak pernah tersolusi. Tengok saja, korupsi Taspen dan Asabri yang hingga kini tidak ada kejelasan.
Jelaslah, Danantara dibentuk bukan untuk kepentingan rakyat. Danantara tidak lain sebagai bentuk ambisi kapitalisme pemerintah untuk mengembangkan harta rakyat. Namun, peruntukannya bukan untuk kepentingan rakyat. Inilah kezaliman yang sistemik. Sistem kapitalisme menempatkan utang dan investasi sebagai sumber pendapatan negara. Sementara, hasil tata kelola sumberdaya yang mestinya memberikan pemasukan berlimpah, diserahkan kepada pihak asing dengan dalih investasi. Wajar saja, jika angka kemiskinan terus meningkat karena keadaan rakyat kian nelangsa di tengah sistem kapitalisme yang terus memeras harta rakyat.
Kepentingan oligarki, lagi-lagi menjadi satu tujuan sistem yang kini diadopsi. Ekspansi bisnis oligarki menjadi satu prioritas utama. Sementara rakyat dibiarkan mandiri tanpa fasilitas yang manusiawi. Betapa buruknya desain sistem ekonomi liberal yang diklaim mengusung ekonomi kerakyatan. Namun, faktanya jauh panggang dari api. Rakyat hanya bisa bermimpi di tengah himpitan ekonomi.
Begitulah negeri yang menerapkan sistem kapitalisme sekularisme liberal, dari sudut pandang ekonomi politik neoliberal yang menjadikan permasalahan pembangunan dilandaskan pada masalah penambahan modal (investasi). Investasi ini akan digembar-gemborkan ke sudut negeri ini dengan melalui undang-undang investasi yang membuka peluang sebesar-besarnya bagi para investor untuk menanam modal. Sudah sangat jelas bahwa penguasa dalam sistem kapitalisme sekularisme liberal hanya sebatas regulator, bukan pengatur urusan rakyat.
Alih-alih sebagai peningkatan ekonomi masyarakat, justru investasi ini merampok ekonomi rakyat melalui investasi Danantara. Semua kebijakan hanya berpusat dan memuluskan aksi pengusaha dalam mengambil kepentingan mereka tidak memperdulikan kepentingan rakyat. Dalam ekonomi neoliberal investasi memiliki wujud sejati dalam menjajah para rakyat.
Sistem Islam menetapkan tuntunan yang khas terkait konsep kepemilikan dan mekanisme pengelolaannya. Dalam Islam, kepemilikan dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Setiap pos kepemilikan diatur sesuai dengan keterikatan hukum syarak bukan berdasarkan kepentingan sekelompok elit yang menghendaki keuntungan materi. Terkait tata kelola kepemilikan umum, sistem Islam menetapkan pengelolaan yang amanah dengan sumber keuangan mandiri. Sehingga setiap hasil tata kelolanya akan dengan mudah digunakan untuk memenuhi kepentingan rakyat. Inilah salah satu makna konsep kepemimpinan dalam Islam.
Rasulullah SAW bersabda, “Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al-Bukhari).
Konsep ini hanya mampu diterapkan dalam mekanisme sistem ekonomi Islam yang menentukan mekanisme pengelolaan serta menetapkan negara sebagai pengelola utama untuk mengembalikan hasil tata kelolanya kepada rakyat. Dengan strategi demikian, rakyat dengan mudah memenuhi setiap kepentingan hidupnya. Segalanya mudah diakses dengan harga murah bahkan gratis. Dalam sistem yang amanah dan bijaksana, kesejahteraan rakyat mampu terwujud merata.
Sistem ekonomi Islam memerlukan tatanan sistem politik Islam yang ditetapkan hukum syarak. Dan semua konsep ini mampu terlaksana dalam institusi khilafah yang memposisikan hukum syarak sebagai satu-satunya sandaran. Dengannya, kepentingan rakyat terjamin pemenuhannya dalam sistem yang memuliakan manusia.
Wallahu a’lam bisshowwab.