| 259 Views

Dana Pendidikan Adalah Hak Rakyat!

Oleh: Siti Aminah, S.Pd
Pegiat Literasi Lainea Konawe Selatan

Pendidikan merupakan hak dari seluruh warga negara tanpa terkecuali. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban dari negara untuk memenuhi itu semua. Tidak mengenal apakah dia dari kalangan kelas atas ataupun kelas bawah.

Namun makin ke sini, sepertinya negara mau berlepas tangan dari tanggung jawabnya kepada rakyat khususnya masalah dana atau anggaran pendidikan. Karena ada wacana yang bergulir bahwa dana pendidikan akan dipotong demi menstabilkan APBN negara. Sebagaimana statement SM yang mengatakan perlu tafsir ulang atas mandatory spending 20% anggaran pendidikan dalam APBN dengan dalih mengurangi beban APBN.

Statement di atas tentu mengundang reaksi dari berbagai pihak. Sebagaimana yang dilansir oleh Bisnis.com (6/9/2024), Rencana reformulasi mandatory spending alias tafsir ulang anggaran pendidikan dalam APBN yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR dinilai tidak tepat oleh sejumlah ekonom. Seperti diketahui, selama ini anggaran pendidikan dipatok dari belanja negara, akan tetapi patokan ini hendak disesuaikan dalam wacana terbaru.

Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), menilai kebijakan mandatory spending ini penting untuk jangka panjang dan seharusnya tidak diubah.

"Jika sudah ditetapkan 20% [dari belanja] untuk pendidikan, itu tidak boleh diutak-atik. Wacana untuk merombaknya menurut saya tidak tepat," ujar Bhima dalam pernyataannya kepada Bisnis, Kamis (5/9/2024).

Juga yang dilansir oleh rri.co.id (8/9/2024), Wakil Pmeresponsresiden RI ke 10 dan 12, Jusuf Kalla (JK) menyinggung kebiasaan memotong anggaran pendidikan. Menurutnya, jika kebiasaan seperti itu berlanjut maka pendidikan tidak akan semakin membaik dan anggaran tidak akan pernah cukup.

Hal itu disampaikan JK  usulan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20 persen dari belanja negara dikaji ulang. Menurut menkeu, belanja wajib 20 persen seharusnya dialokasikan dari pendapatan negara, bukan belanja negara.

"Anggaran jangan dipotong-potong disemua tempat. di DPR potong, sampai di daerah dipotong bahkan guru pun jadi ikut-ikutan motong, jadi hal seperti ini tidak baik," kata JK dalam acara diskusi kelompok terpumpun bertajuk 'Menggugat Kebijakan Pendidikan' di Jakarta, Sabtu (7/9/2024).

Di tengah banyaknya problem soal layanan pendidikan ditambah lagi dengan wacana ini, maka makin menunjukkan bukti lepas tangannya negara dalam memenuhi hak rakyat mendapatkan jaminan pendidikan terbaik dan terjangkau. Padahal dengan skema anggaran sekarang saja masih belum cukup memenuhi kebutuhan jaminan layanan pendidikan yang gratis/ murah, adil dan merata.

Sudah menjadi rahasia umum hidup disistem hari ini, rakyat terus dikebiri kebutuhannya. Dana-dana yang dikucurkan selalu dianggap sebagai beban dari negara dan harus dikurangin pula. Lalu bukankah sikap seperti ini bertentangan dengan Undang-undang negara, di mana dalam undang-undang dikatakan "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak"?

Hanya saja, itu semua ternyata hanya ilusi. Paradigma kepemimpinan hari ini selalu mengedepankan kepentingan para pemilik modal atau para oligarki. Sedangkan kepentingan rakyat dikesampingkan. Karena paradigma yang digunakan adalah sekuler kapitalisme dan sangat jauh dari paradigma untuk meriayah dan menjadi junnah, melainkan seperti penjual dan pembeli. Pendidikan malah diserahkan kepada swasta untuk dikapitalisasi.

Berbeda dengan Islam, pendidikan adalah salah satu hak setiap rakyat yang wajib dipenuhi penguasa dengan layanan terbaik. Dalam sistem Islam selalu mengedepankan kepentingan rakyat di atas segalanya. Karena jika tanggung jawab itu tidak dijalankan, maka dikatakan pemerintah telah lalai untuk mengurusi urusan rakyatnya.

Namun kewajiban negara ini bisa diwujudkan dengan politik anggaran yang berkaitan dengan sistem ekonomi Islam dan didukung sistem-sistem lainnya sehingga tujuan pendidikan terwujud. Jadi, jika kita menginginkan kehidupan sejahtera dan diriayah oleh pemerintah, maka penerapan sistem Islamlah solusinya.
Wallahu A'lam.


Share this article via

141 Shares

0 Comment