| 135 Views
Cara Islam Menjaga Generasi

Oleh: Asham Ummu Laila
Relawan Opini Andoolo Konawe Selatan
Dunia pendidikan dan remaja kembali gaduh akibat hadirnya PP Nomor 28 tahun 2024 yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar yang dituangkan dalam pasal 103 PP yang ditandatangani pada jum’at (26 Juli 2024) itu menyebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Sebagaimana termuat di halaman (Tirto.id 30 juli 2024) “pemerintah membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindakan pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan, yang dituangkan dalam peraturan pemerintah (PP) No 28/2024 tentang peraturan pelaksanaan UU 17/2023 tentang kesehatan (UU kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Jika benar PP ini akan diberlakukan, sudah dipastikan daya rusaknya sangat hebat, dan akan menambah deret problem generasi yang sudah sedemikian ribet. Bukankah harusnya pemerintah memberi solusi dan bukan masalah baru? kemudian jika ditelusuri esensi pasal ini sejatinya juga bertentangan dengan kebijakan pemerintah terkait pencegahan pernikahan dini dan upaya menurunkan kehamilan pada remaja. Maka kemudian apabila ada remaja yang menyimpulkan bahwa ketika pelajar dan remaja dilarang menikah dini, lalu untuk apa disediakan alat kontrasepsi bagi mereka? berarti pasal 103 tersebut secara tersirat membolehkan para pelajar dan remaja tanpa menikah boleh berzina dengan memakai kondom agar tidak terjadi kehamilan selama ada persetujuan. (Naudzubillah minzalik).
Miris dan memilukan kebijak ini, pemerintah sepertinya hanya menjadi regulator dan fasilitator penjajahan budaya, liberalisasi, westernisasi yang bisa menghancurkan moral anak bangsa, hadirnya PP ini juga akan mengarah pada rusaknya generasi secara terstruktur, sistematis dan masif yang perlu diwaspadai. Hal ini juga merupakan salah satu bukti dari deretan beberapa bukti lain yang menunjukan bahwa jika suatu negeri diatur dengan sistem sekuler buatan manusia maka akan mudah ditemukan kekuarangan dan kerusakannya.
Jauh berbeda dengan sistem atau aturan dari sang khalik (aturan Islam) yang sangat menjaga dan melindungi manusia tanpa memandang suku, ras, agama dan lainnya. Aturan dari sang pencipta adalah aturan yang sempurnah dan paripurnah yang apabila dipakai dan diterapkan bagi manusia dan seluruh alam maka akan memberi keberkahan dan keselamatan untuk semua mahlukNya di muka bumi.
Sebagaimana Islam memandang bahwa mewujudkan kemaslahatan masyarakat dan menjaga agama adalah kewajiban negara yang sedikitpun tidak boleh dilalaikan dan negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam mewujudkan, salah satunya negara harus mampu menjaga jiwa, akal dan keturunan. Dengan demikian negara harus menjalankan tindakan politik agar potensi berketurunan generasi dapat dijaga dan dirawat untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin.
Untuk menjaga kemulian manusia, Islam mengharamkan zina. Sebagaimana dikalangan ulama bersepakat bahwa zina termasuk dosa besar. Siapa saja yang berbuat yang demikian niscaya dia akan mendapatkan balasan perbuatannya (TQS Al-Furqan: 68). Sebab perbuatan zina menimbulkan bencana di antaranya merusak nasab dan hukum waris, mendorong aborsi dan sarana menyebarnya penyakit kelamin yang mengacaukan dan menghancurkan keturunan.
Karena itu pandangan bahwa pemberian alat kontrasepsi pada remaja lebih baik dibanding dengan pernikahan dini yang banyak berakhir dengan perceraian adalah pandangan yang salah . Islam justru menganjurkan agar menikah untuk menjaga pandangan dan kemaluan sebagaimana hadis Rasulullah Saw: “ Wahai sekalian pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah memiliki kemampuan, hendaklah dia menikah itu dapat menundukan pandangan juga lebih bisa menjaga kemaluan. Namun siapa saja yang belum mampu maka hendaklah dia berpuasa, sebab hal itu dapat meredahkan nafsunya (HR. Al bukhari dan Muslim).
Tentu kemampuan yang dimaksudkan adalah bukan hanya kemapuan fisik (biologis) dan materi namun yang terpenting adalah kemampuan mental (membekali diri dengan ilmu agama) memahami hak dan kewajiban mereka secara baik. Sehingga akan menjalani kehidupan rumah tangga sesuai dengan tuntunan syariah, akan menggapai sakinah, mawadah dan rahma. Terlebih lagi jika sistem Islam itu diwujudkan dalam sebuah negara.
Wallahu’alam bishawab.