| 62 Views
Benarkah Kita Sudah Merdeka?

Oleh : Feronika Satria
Praktisi Pendidikan
Secara fisik, Indonesia hari ini memang sudah merdeka, sebagaimana yang dinyatakan dalam Proklamasi Kemerdekaan 1945. Kini usia kemerdekaan Indonesia telah memasuki 80 tahun. Seharusnya, Indonesia telah mencapai kesejahteraan, kemajuan, dan keadilan. Namun faktanya justru berbanding terbalik negeri ini masih terjajah secara nonfisik melalui berbagai persoalan: pemikiran, ekonomi, pendidikan, budaya, dan lain sebagainya.
Sebagaimana tema yang diusung pada Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-80 tahun 2025 ini adalah “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”. Namun, untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan itu sepertinya masih jauh dari jangkauan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan bahwa dalam periode Agustus 2024 hingga Februari 2025 terjadi pengurangan tenaga kerja secara signifikan. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 939.038 pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di 14 sektor usaha. Sementara itu, penyerapan tenaga kerja pada periode yang sama hanya tumbuh sebanyak 523.383 orang. Dengan demikian, secara total terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 415.655 orang. "Pengurangan tenaga kerja tersebut paling banyak terjadi di sektor tekstil," ujar Ristadi dalam keterangan. (Media Indonesia, 8 Agustus 2025.)
Inilah bentuk penjajahan gaya baru yang dilakukan Barat. Alih-alih menyejahterakan, pinjaman dalam jumlah besar justru menambah kemiskinan. Di sisi lain, sumber daya alam yang seharusnya bisa menyejahterakan rakyat justru lebih banyak dikuasai oleh segelintir orang, yakni asing dan aseng. Contohnya pada sektor migas, masih ada tambang minyak yang dikuasai swasta asing seperti ExxonMobil, Medco E&P, Chevron, Petrochina, Hess, dan lain-lain.
Alih-alih menjadi negara maju dan rakyat sejahtera, biaya pendidikan khususnya pendidikan tinggi masih mahal. Aneka pajak semakin mencekik, kebutuhan pokok terus merangkak naik, korupsi makin merajalela, ketidakadilan kian nyata. Hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah. Tidak sedikit rakyat kecil yang mencuri karena lapar dihukum berat, sementara koruptor justru dihukum ringan, bahkan ada yang divonis bebas.
So, inikah yang dinamakan kemerdekaan?
Dalam pandangan Islam, kemerdekaan yang hakiki adalah ketika manusia maupun negara terbebas dari penghambaan kepada sesama manusia, dan tunduk sepenuhnya hanya kepada Allah SWT, tentu dengan menaati seluruh perintah dan larangan-Nya.
Kita harus menyadari bahwa negeri ini belum benar-benar merdeka. Negeri ini masih terjajah oleh intervensi kapitalisme-sekuler: ekonomi kapitalis, hukum jahiliah, budaya, dan seluruh tatanan yang tidak islami. Semua itu terbukti hanya menambah masalah dan menyulitkan rakyat.
Oleh karena itu, menjadi tugas kita bersama untuk membebaskan bangsa ini dari cengkeraman ideologi kapitalisme-sekuler, dengan memperkuat landasan ideologi Islam dan menanggalkan kapitalisme-sekuler.
Islam adalah agama sekaligus ideologi yang membawa misi tauhid: manusia hanya menghamba kepada Allah SWT. Jika kita menengok sejarah, tidak pernah ada negeri yang dikuasai Islam menjadi sengsara, mundur, atau terbelakang. Justru sebaliknya, Islam mampu tegak gemilang belasan abad lamanya, menjadi kekuatan adidaya di tangan generasi penerusnya.
Dengan demikian, tidak ada pilihan lain. Negeri ini harus segera kembali pada hukum-hukum Allah SWT. Dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun negara barulah kita akan meraih kebebasan sejati dari segala keterpurukan.
Wallahu a’lam.