| 185 Views

Bagaimana Nasib Guru pada Rezim yang Baru?

Oleh : Yuli Ummu Raihan
Aktivis Muslimah Tangerang 

Beberapa waktu lalu Presiden Prabowo Subianto menaikkan alokasi anggaran sebesar Rp16,7 triliun untuk kesejahteraan guru ASN dan non-ASN. Tentu ini merupakan kabar gembira untuk pahlawan tanpa tanda jasa di Indonesia. Ini juga disebut-sebut sebagai kado manis pada Hari Guru Nasional, 25 November lalu. Kebijakan ini diklaim sebagai langka kongkrit pemerintahan Prabowo untuk memastikan guru mendapatkan penghargaan yang layak atas jasa atau kontribusi mereka dalam mencerdaskan kehidupan anak bangsa.

Adapun kenaikan tersebut meliputi tambahan kesejahteraan Sebasar satu kali gaji pokok bagi guru ASN. Sementara guru non-ASN mendapatkan nilai tunjangan profesi sebesar Rp2 juta. Hal ini sempat membuat salah informasi di ranah publik karena faktanya kenaikan tunjangan untuk guru ASN memang senilai satu bulan gaji, namun hal ini sudah menjadi kebijakan setiap tahunnya. Sementara untuk guru non-ASN yang lulus sertifikasi/ pendidikan profesi guru (PPG) gajinya per bulan sebesar Rp1,5 juta, ditambah dengan kenaikan tunjangan tersebut maka total gajinya menjadi Rp2 juta, artinya hanya ada kenaikan sebesar Rp500.000 per bulan.

Namun untuk mendapatkan kenaikan ini ada syarat yang harus dipenuhi yaitu memiliki  24 jam mengajar. Fakta di lapangan banyak guru non-ASN yang jam mengajarnya kurang dari 24 jam. Tidak hanya itu, pemerintah juga akan melaksanakan program PPG bagi 806.486 guru ASN dan non-ASN pada 2025 nanti untuk memenuhi kualifikasi pendidikan Diploma IV (D4) atau Sarjana (S1). Hal ini tentu akan jadi penghalang bagi para guru yg tingkat pendidikannya dibawah itu. Artinya kabar baik ini tidak bisa dirasakan oleh semua guru.

Presiden Prabowo juga berencana memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada guru non-ASN yang belum mendapatkan sertifikasi.  Pemerintah juga berniat mengalokasikan anggaran sebesar Rp 17,15 triliun untuk mendapatkan rehabilitasi perbaikan dan renovasi 10.440 sekolah negeri dan swasta. (Temp.co, 29/11/2024).

Berdasarkan fakta diatas terbukti bahwa nasib guru tidak benar-benar akan berubah kecuali hanya segelintir.

Kebijakan kenaikan gaji guru hanya sebuah kebijakan populis (seolah demi rakyat) untuk menutupi kebijakan yang zalim seperti pemberlakuan PPN sebesar 12% pada Januari 2025. 

Hal ini didukung oleh hasil rilis terbaru dari BPS tentang standar hidup layak sebesar Rp1,02 juta per bulan.  Tentu angka ini sangat rendah apalagi untuk yang sudah berkeluarga. 

Adanya kenaikan PPN ini tentu berimbas kepada kenaikan harga kebutuhan pokok. Belum untuk mencukupi kebutuhan hidupnlain seperti listrik, BBM, air, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan lainnya.  Tentu kenaikan gaji guru tidak sebanding dengan kenaikan kebutuhan hidup guru.

Dalam sistem kapitalis profesi guru layaknya seperti pekerja / buruh pada industri. Gaji guru menjadi faktor produksi dalam perputaran ekonomi di sektor pendidikan yang komersil. Nasib guru diangggap telah baik ketika ada kenaikan gaji atau tunjangan yang jika dikalkulasikan tidak sepadan dengan jasa yang telah ia berikan.

 Dalam sistem kapitalis  pendidikan dikelola dengan paradigma bisnis. Akibatnya biaya pendidikan sangat mahal,  sementara gaji guru dibuat seminimal mungkin agar keuntungan yang akan diperoleh semakin besar. Belum lagi beban pekerjaan guru yang semakin banyak dengan administrasi yang semakin rumit .

Guru juga dihadapkan pada otak-atik kurikulum, masalah kerusakan generasi hingga ancaman hukuman saat guru berusaha mendidik muridnya. Banyak kasus guru yang berkonflik dengan murid atau orang tua murid yang berujung pada sanksi penjara, denda dan tindakan kriminal lainnya.

Guru juga menghadapi tantangan dalam melakukan proses belajar mengajar karena keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan. Semua karena tidak meratanya pembangunan.

*Kesejahteraan Guru Hanya dalam Sistem Islam*

Berbeda dengan sistem kapitalis hari ini, Islam memiliki seperangkat aturan yang menjamin terwujudnya kesejahteraan guru. Dalam Islam guru adalah sebuah profesi mulia, pendidikan adalah tanggung jawab negara dan hak bagi semua rakyat tanpa kecuali. Pendidikan adalah kebutuhan pokok publik yang harus dipenuhi oleh negara, bukan dibebankan pada rakyat.

Pendidikan dalam Islam sepenuhnya ditanggung negara, gratis dan mudah dijangkau karena pembangunan dilakukan secara merata dan adil di seluruh wilayah negara Islam.

Bentuk tanggung jawab itu mulia dari menyediakan saran dan prasarana pendidikan, hingga menyediakan guru yang berkualitas dan jaminan kesejahteraan bagi semua guru.

Semua ini dilakukan karena pemimpin dalam Islam adalah sebagai periayah dan penanggung jawab atas urusan rakyatnya. Sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah saw., "Imam/Khalifah/ Kepala Negara adalah pengurus bagi rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya." (HR Bukhari dan Muslim)

Islam juga memandang ilmu dan pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting. Ia memiliki peran strategis yang tidak hanya diukur dengan nilai materi. Untuk itu semua pembiayaan pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh negara melalui Baitul Mal. 

Baitul Mal memiliki sumber pendapatan yang tetap dan tidak tetap yang memungkinkan untuk membiayai semua kebutuhan pendidikan termasuk gaji yang sangat layak untuk guru.

Dengan sistem ekonomi Islam negara juga bisa menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok semua rakyat, membuka peluang untuk memenuhi kebutuhan sekunder hingga tersier.

Selain pendidikan, kesehatan dan keamanan juga dijamin oleh negara. Dengan begini gaji guru tidak akan terkuras untuk membiayai semua kebutuhan pokok ini. Gajinya semata untuk nafkah keluarga dan kebutuhan lainnya. 

Gaji yang diberikan juga sangat layak bahkan fantastis jika dibandingkan saat ini . Para guru di masa Islam pernah digaji senilai 1000 Dinar per tahun yang jika diperkirakan dengan nominal uang hari ini setara 531 juta per bulan.

Begitupun para ulama,  pengajar Alquran dan lainnya. Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid bagi para penulis kitab/ buku dibayar dengan harga yang setara dengan emas. Semakin tebal buku yg dihasilkan maka bayarannya lebih banyak juga.

Sedemikian sempurnanya aturan Islam tidak akan bisa kita rasakan manfaatnya karena belum diterapkan dalam kehidupan. Sudah saatnya kita berjuang bersama untuk menerapkan hukum Islam secara kafah dalam segala aspek kehidupan agar kesejahteraan dapat dirasakan semua orang termasuk guru.
Wallahua'lam bishawab.


Share this article via

86 Shares

0 Comment