| 129 Views

Badai PHK Massal, Beban Semakin Berat

Oleh : Khantynetta

Saat ini gelombang PHK sedang menerjang beberapa perusahaan di Indonesia, karena ketidakmampuannya dalam melanjutkan produksi akhirnya beberapa perusahaan bonafit di Indonesia menghentikan operasinya. Hal ini tentu berdampak besar terhadap ribuan orang buruh yang bergantung pada perusahaan-perusahaan tersebut, dengan ditutupnya perusahaan tempat mereka bekerja maka mereka akan terancam kehilangan lapangan pekerjaan dan juga kehilangan sumber pendapatan. 

Beberapa perusahaan besar yang tutup tersebut diantaranya adalah PT Sanken Indonesia yang beroperasi di Cikarang Jawa Barat dan juga PT Danbi International yang lokasinya di Garut Jawa Barat. Menurut perkiraan PT Sanken Indonesia akan menghentikan operasinya di bulan Juni 2025 dan berdampak PHK terhadap 459 orang pekerjanya. Sementara PT Danbi sendiri, yang merupakan perusahaan yang memproduksi bulu mata palsu, telah menghentikan produksinya tepatnya pada hari Rabu tanggal 19/2/2025. Dan itu berarti sekitar 2100 orang karyawannya terancam kehilangan lapangan pekerjaannya di tengah-tengah momen Ramadan dan lebaran tahun ini.

Badai PHK yang menghantui masyarakat Indonesia tidak lain merupakan imbas dari kebijakan Pemerintah atas Efisiensi Anggaran 2025 negara sebesar 306,7 triliun yang berdampak seperti efek domino ke berbagai sektor. Dari sektor pendidikan yang mengancam kelanjutan program bantuan KIP kuliah dan beasiswa Mendikte 2025 akan terpengaruh. Pemangkasan anggaran juga akan berdampak ke Kemen PU, yang mengakibatkan proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan tol akan mangkrak.

Meskipun Presiden sudah menandatangani PP Nomor 6 Tahun 2025, perubahan atas peraturan pemerintah tentang PP Nomot 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), dimana dipasal 11 di turunkan iuran wajib JKP setiap bulan yang sebelumnya 0,46 % menjadi 0,36% dari sebulan upah yang diterima, meskipun Korban PHK juga mendapatkan upah selama 6 bulan, dimana 3 bulan pertama 45% dari upah dan 3 bulan berikutnya 25%, Namun tentu tak akan mampu mencukupi kebutuhan hidup setelah mereka tidak bekerja lagi. Mengingat Mahalnya harga Kebutuhan hidup dalam Sistem Kapitalisme saat ini.

Hal ini mengonfirmasi kegagalan kapitalisme sebagai sistem yang diterapkan di Indonesia. Kapitalisme sudah salah sejak memandang posisi negara dalam perekonomian sehingga berujung pada kegagalan menyejahterakan rakyat.

Dalam perspektif kapitalisme, penguasa negara hanya bertugas sebagai regulator dan fasilitator, yaitu hanya ketok palu regulasi dan mengawasi dari kejauhan. Posisi penguasa yang demikian hanya menguntungkan para kapitalis (investor). Sedangkan pekerja menjadi korban.

Kondisi pekerja makin sulit dengan adanya mekanisme alih daya (outsourcing) yang menjadikan pekerja minim kesejahteraan dan bisa diputus kontrak kerja sewaktu-waktu tanpa ada kompensasi berupa pesangon. Mekanisme ini merupakan akal licik perusahaan untuk mendapatkan pekerja dengan biaya murah. Outsourcing sudah mendapat protes keras dari kalangan buruh sejak dilegalkan di Indonesia melalui UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, tetapi pemerintah tetap bergeming dan memihak para kapitalis.

Walhasil, PHK massal akan terus terjadi ke depannya karena sistem kapitalisme yang masih diterapkan di Indonesia. Negara senantiasa fokus menjadi pelayan investor kapitalis, bukannya menyejahterakan rakyat, termasuk pekerja. Gelombang PHK tidak hanya memukul para pekerja, tetapi juga rakyat secara keseluruhan. Tampak jelas keberpihakan negara dalam sistem kapitalisme adalah pada para kapitalis, bukan pada rakyat.

Islam memandang negara berperan penting dalam menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya sebagai realisasi dari politik ekonomi islam. Rasulullah saw bersabda: "Imam/khalifah  adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya." (HR.Al-Bukhari dan Muslim).

Islam mewajibkan individu untuk bekerja. Jika individu tak bekerja, baik karena malas atau tak memiliki keahlian dan modal untuk bekerja, Khalifah wajib memaksa individu bekerja. Menyediakan sarana dan prasarananya yang mendukung. Bahkan negara akan mengeluarkan dana untuk akses modal bagi rakyat melalui sistem keuangan Baitul maal. Bantuan diberikan tanpa riba atau hibah pada individu usia produktif. Adapun orang cacat, lemah dan lanjut usia, maka negara akan menyediakan santunan untuk menjamin kebutuhan pokok mereka, sehingga mereka tetap dapat hidup sejahtera. Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar r.a ketika mendapati sekumpulan anak-anak muda  yang berdiam diri berlama-lama di masjid dan tidak bekerja dengan alasan mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata : " Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak."

Kemudian Umar r.a mengusir mereka dari masjid dan memotivasi mereka untuk segera bekerja. " Hai umat manusia carilah rizki di muka bumi, jangan kalian menjadi beban orang lain. Bekerjalah secara baik dan benar. Bila diantara kalian yang pandai berdagang, maka jadilah pedagang yang handal. Janganlah diantara kalian bermalasan, sertai doa kalian dengan ikhtiar optimal agar mendapat rizki yang berkah."

Negara dalam sistem islam juga dituntut untuk mengambil kebijakan meningkatkan dan mendatangkan investasi halal untuk dikembangkan di sektor pertanian , kehutanan, kelautan, maupun meningkatkan perdagangan. Proyek pengelolaan kepemilikan umum dilakukan oleh negara. Proyek-proyek ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Negara juga menjalankan strategi terkoordinasi antara sistem pendidikan dengan potensi ekonomi di berbagai wilayah. Mekanisme ini membuat serapan lulusan pendidikan akan sejalan dengan kebutuhan masyarakat, bukan kebutuhan korporasi. Negara dalam sistem islam tak akan mentolerir sedikit pun berkembangnya sektor non riil yang diharamkan syariat islam. Karena sektor non riil akan berdampak buruk menyebabkan harta hanya beredar di segelintir orang saja sehingga menyebabkan perekonomian labil. 

Pengangguran sistemik ini hanyalah salahsatu persoalan cabang dari buah penerapan sistem kapitalisme yang tidak adil. Harus berapa banyak bukti lagikah yang bisa membuat negeri muslim terbesar ini sadar akan kerapuhan sistem kapitalisme ini dan berpaling darinya? Sungguh jika negeri ini menginginkan kesejahteraan, keberkahan rizki dunia akhirat, solusi cemerlangnya hanyalah kembali pada sistem yang Allah swt ridhoi yaitu sistem islam. Masalahnya mau atau tidak?

Wallahu'alam bi shawwab.


Share this article via

61 Shares

0 Comment