| 57 Views
Ada Apa Dengan Ekonomi Indonesia

Oleh : Verry Verani
Lebaran, yang semestinya menjadi momentum puncak perputaran ekonomi rakyat, justru tahun ini menunjukkan gejala yang berbeda. Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mencatat, jumlah pemudik lebaran 2025 mengalami penurunan cukup signifikan, yakni hanya sekitar 154,6 juta orang — turun sekitar 4,69% dibandingkan realisasi mudik tahun 2024 yang mencapai 162,2 juta orang. Tak hanya itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga melaporkan kecenderungan serupa, penurunan pergerakan wisatawan selama periode libur lebaran 2025 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Menurunnya Daya Beli dan Faktor Penyebabnya
Menurunnya daya beli masyarakat merupakan fenomena cermin dari realitas ekonomi masyarakat yang sedang tidak baik-baik saja.
Lesunya perputaran uang pada momen lebaran menandakan bahwa daya beli rakyat mulai terkikis. Di berbagai daerah, termasuk di pusat ibukota DKI Jakarta. Geliat konsumsi masyarakat yang biasanya meningkat jelang dan selama lebaran pun terlihat menurun.
- Apa faktor penyababnya ?
Banyak faktor penyebab munculnya kondisi ini. Antara lain ; maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor yang menurunkan penghasilan rumah tangga, kenaikan harga barang - barang kebutuhan pokok yang semakin mencekik, serta beban hutang negara yang memiliki efek domino, sehingga rakyat dan negara semakin terpuruk di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Semua ini menunjukkan rapuhnya pondasi ekonomi yang dibangun atas dasar sistem kapitalisme, yang selama ini dijadikan pijakan dalam mengelola negara.
- Jebakan Riba Mengundang Masalah
Himpitan ekonomi telah memaksa banyak keluarga untuk memutar otak demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Tidak sedikit masyarakat yang akhirnya terjerat dalam hutang, salah satunya melalui fasilitas paylater yang kian marak ditawarkan oleh aplikasi belanja daring. Paylater memang tampak memudahkan, namun di balik kemudahannya, ada jerat ribawi yang menghantui. Alih-alih menjadi solusi, malah justru menambah beban masalah bagi masyarakat, karena paylater membuat mereka terjebak dalam lingkaran hutang yang sulit terputus, dan lebih dari itu jeratan riba mengundang hilangnya keberkahan hidup juga
berpotensi semakin terpuruknya ekonomi rakyat. Pelakunya terus menerus melakukan dosa, sehingga puncaknya pelaku riba ibarat menantang perang Allah swt.
- Akar Masalah Utama
Kekeliruan pemikiran yang dibangun berdasarkn ideologi kapitalisme.
Budaya konsumtif yang ditumbuh - suburkan oleh sistem kapitalisme, sehingga kebahagiaan diukur dengan terpenuhinya keinginan. Standar kebahagia diukur dengan berlimpahnya materi semata.
Selama sistem ini tetap dipertahankan, masyarakat akan terus terjebak dalam pola pikir materialistik yang mendorong mereka berutang demi memenuhi gaya hidup, bukan terpenuhinya kebutuhan utama.
Sistem Islam Kaffah Dalam Daulah Khilafah
Berbeda halnya dalam sistem Islam. Islam menutup celah budaya konsumtif dengan mendorong ketakwaan kepada Allah Swt, sebagai standar utama kebahagiaan.
Dalam pandangan Islam, semua perilaku manusia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah, termasuk dalam urusan utang-piutang, akad ribawi dan akad- akad lain yang menyalahi syari'ah.
Pemahaman ini akan membentuk kesadaran individu, masyarakat, dan negara untuk lebih berhati-hati dalam membelanjakan harta, mengatur prilakunya sesuai syari'at islam, menghapus riba menggantinya dengan infaq, shodaqoh. Secara umum upaya menghindari pelanggaran syari'at dalam bermuamalah.
Tidak hanya itu, sistem Islam kaffah yang diterapkan oleh institusi negara akan menjamin kesejahteraan rakyat secara reel.
Islam memiliki mekanisme ekonomi yang adil dan solutif untuk memenuhi kebutuhan pokok pada setiap individu rakyat, mulai dari kebutuhan pangan, papan, sandang, pendidikan, kesehatan hingga keamanan. Negara Islam juga secara tegas akan menghapus segala bentuk praktik ribawi, termasuk fasilitas paylater yang hari ini marak meracuni masyarakat.
Jelaslah, akar persoalan ekonomi Indonesia bukan sekadar siklus naik-turun, tetapi terletak pada diadopsinya sistem ekonomi rusak oleh negeri mayoritas kaum muslimin.
Tentu saja, selama kapitalisme tetap dipertahankan, krisis dan ketimpangan ekonomi akan terus terjadi. Hanya dengan penerapan Islam kaffah dalam naungan Khilafah-lah kesejahteraan hakiki bisa terwujud, kesejahteraan yang membawa keberkahan di dunia sekaligus keselamatan di akhirat.
Wallahu 'alam bish-showab.