| 94 Views
Kasus Pagar Laut, Apakah Oligarki Penguasa Sebenarnya?

Oleh : Mila Ummu Azzam
Hingga kini kasus pagar laut belum mendapat titik terang. Belum di ketahui dengan jelas, siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut di perairan utara Tangerang, Provinsi Banten. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, kompak mengatakan pemerintah masih meraba dan melakukan penyelidikan soal polemik pagar laut itu.
Munculnya puluhan kilometer pagar laut di perairan Tangerang dekat proyek PSN PIK 2 ini mengejutkan banyak pihak. Yang ternyata, area pagar laut seluas 30,16 kilometer persegi itu telah memiliki 263 hak guna bangunan (HGB), yang secara rinci HGB itu dikuasai PT Intan Agung Makmur 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa 20 bidang tanah, dan 9 bidang lain milik perorangan. Selain itu, ada pula 17 bidang tanah yang telah memiliki SHM. Data ini dicatat oleh aplikasi BHUMI ATR/BPN.
Mengenai izin 263 HGB yang berada di wilayah pagar laut pesisir Kabupaten Tangerang tersebut, Nusron Wahid mengklaim akan membatalkannya. Karena setelah melakukan peninjauan terhadap lokasi yang tercantum dalam sertifikat HGB, hasilnya lokasi tersebut terbukti menyalahi aturan karena berada di luar garis pantai yang tidak bisa di sertifikasi.
Dalam hal ini, Direktur Kajian Agraria Center of Economic and Law Studies (Celios), Zaikul Fikri menilai, ketidakjelasan dan lambatnya penanganan pemerintah dalam kasus pagar laut Tangerang, sehingga membuatnya gemas. Sudah banyak indikasi pelanggaran hukum dan administratif dalam kasus ini. Paling jelas, dokumen hak atas tanah diterbitkan dengan cara melanggar hukum.
Terbitnya HGB di wilayah perairan laut dinilai berpotensi membuka tabir baru perihal praktek mafia tanah dan kelautan. Sebab, setiap pemanfaatan atas ruang laut pada dasarnya harus memperoleh Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, KKP menegaskan tak ada pemberian PKKPRL di wilayah pagar laut Tangerang.
Keberadaan pagar laut ini jika dibiarkan begitu saja tanpa tindakan yang tegas akan merugikan warga, yang mayoritas warganya mencari nafkah sebagai nelayan dan pembudi daya. Ruang tangkap ikan menjadi terbatas dan menambah jarak tempuh pelayaran. Disekitar wilayah tersebut, ada sebanyak 3.888 orang nelayan dan 502 orang pembudi daya yang menggantungkan mata pencahariannya di laut.
Belum lagi adanya kerusakan lingkungan akibat pemagaran laut, benar-benar menambah kesengsaraan rakyat. Kerakusan para oligarki ini tidak melihat siapa korbannya, yang terpenting mereka mendapatkan keuntungan. Perlawanan mandiri yang dilakukan rakyat pun tak membuahkan hasil, yang ada rakyat semakin terintimidasi karena berada dalam posisi lemah.
Dan yang menjadi pertanyaan, dimana peran negara saat rakyat butuh pembela dan pelindung ketika terjadi kekacauan yang menimpa tanah air. Atau sebaliknya, negara memang memberikan ruang kepada para pemilik modal untuk melakukan kehendak mereka. Harta yang seharusnya milik umum, dibiarkan diprivatisasi pihak swasta dan para oligarki, sehingga rakyatlah yang sangat dirugikan.
Negara tidak bisa menghukum dan berbuat apa-apa karena terjebak dalam penerapan sebuah sistem yang salah, yaitu sistem kapitalisme. Negara hanya menjadi regulator yang bergerak sesuai dengan arahan para kapital, bahkan menjadi penjaga kepentingan kapital. Dalam sistem ini negara tidak memiliki kekuasaan penuh atas rakyatnya, apalagi rakyat tersebut adalah para oligarki. Prinsip kebebasan kepemilikan yang lahir dari kapitalisme telah menggadaikan kedaulatan itu. Jaminan atas kebebasan kepemilikan menjadikan mereka yang memiliki modal dan kekuasaan semakin serakah dan tak pernah puas.
Dalam sistem kapitalisme, akan selalu terjalin kerjasama antara penguasa dan pengusaha jahat pemilik modal hanya demi keuntungan pribadi. Bahkan mereka rela menghianati rakyatnya sendiri. Padahal peringatan Allah Swt. atas penghianatan telah Allah katakan dalam QS. Al Anfal 27, Allah Swt. berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasulnya (Muhammad), dan jangan pula kalian menghianati amanat-amanat yang telah dipercayakan kepada kalian, sedang kalian mengetahui."
Berbeda dengan sistem Islam, yang selalu hadir dalam melindungi dan membela rakyatnya. Negara islam memiliki kedaulatan penuh dalam mengurus negara dan mensejahterakan rakyat. Kedaulatan penuh yang berdasarkan Iman kepada Allah akan berjalan sesuai dengan syariat islam dan negara tidak akan tunduk kepada korporasi.
Islam telah menjelaskan bahwa kepemilikan umum tidak boleh dimiliki oleh individu/swasta, bahkan negara sekalipun tidak diizinkan mengambil dan mengelola harta milik umum jika untuk kepentingan pribadi atau pun korporasi. Negara hanya boleh mengelola harta milik umum jika hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk kepentingan umum.
Laut merupakan harta milik umum, semua rakyat boleh memanfaatkannya dengan baik. Sehingga tidak boleh ada pihak-pihak yang membatasi dan memagari laut, apalagi menimbulkan kerugian dan menyusahkan rakyat. Pelanggaran terhadap hukum tersebut adalah kemaksiatan, dan ada sanksinya tegas bagi pelakunya. Pemimpin dalam Islam akan melayani dan menjadi perisai bagi rakyat sehingga rakyat aman dan sejahtera.
Wallahu'alam bishawab.