| 44 Views
Politik Dinasti, Jalan Pintas Menjaga Kekuasaan

Oleh : Sartinah
Pegiat Literasi
Kebahagiaan tampaknya sedang menaungi para politisi yang hendak mencalonkan diri sebagai pemangku kebijakan di negeri ini. Kini, kesempatan menjadi pejabat publik makin terbuka lebar tanpa khawatir tentang batas usia. Hal ini setelah dikabulkannya gugatan terkait batas usia pencalonan, baik untuk gubernur-wakil gubernur atau bupati-wakil bupati. Saat mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur kini tak perlu harus berusia 30 tahun.
Hal ini terjadi setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Garuda, Ahmad Ridha Sabana. Dalam gugatannya, Ridha meminta agar MA memperluas tafsir syarat minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota, menjadi terhitung sejak pelantikan paslon terpilih. (Tempo.co, 31-5-2024)
Gugatan Ridha tersebut kemudian dikabulkan MA yang tertuang pada Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024, yang pada intinya menyebut bahwa MA mengabulkan keberatan hak uji materiil dari pemohon, yakni Partai Garuda. Ini artinya, bagi mereka yang baru berusia 30 tahun saat dilakukan pelantikan, bisa mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.
MA Cawe-cawe?
Putusan MA untuk memperluas tafsir syarat usia calon kepala daerah menuai kritik banyak pihak. Salah satu kritik datang dari Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati atau Ninis. Menurut Ninis, keputusan perubahan batas usia tersebut akan memberikan keuntungan pada salah satu pihak. Ninis juga menyebut, keputusan tersebut bisa membuka peluang untuk meloloskan putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, sebagai calon gubernur atau wakil gubernur pada Pilkada 2024. (Tempo.co, 31/5/2024)
Tak hanya itu, pengamat pun menyebut bahwa keputusan MA meloloskan gugatan tersebut dianggap sebagai bentuk cawe-cawe terhadap rezim penguasa. Hal ini terkait pencalonan Kaesang Pangarep dalam Pilkada 2024 mendatang. Diketahui, saat ini Kaesang masih berusia 29 tahun dan baru akan berusia 30 tahun pada Desember mendatang. Sedangkan pilkada serentak akan dilaksanakan pada bulan November.
Karena itu, para pengamat menduga bahwa keputusan MA mengubah batas usia merupakan langkah memuluskan jalan Kaesang melenggang ke pilkada serentak November mendatang. Jika kita menengok Keputusan MA nyatanya serupa dengan apa yang dilakukan oleh MK beberapa waktu lalu. Di mana, MK pernah meloloskan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden. Keputusan MK tersebut dianggap sebagai langkah memuluskan putra Presiden Jokowi sebagai calon presiden.
Wajah Asli Demokrasi
Apa yang dilakukan dua lembaga negara tersebut dipandang sebagai langkah mendukung penguasa, yakni melalui praktik politik dinasti. Politik dinasti sendiri merupakan strategi penguasa untuk tetap menjaga kekuasaannya dengan menempatkan anak keturunannya di lingkaran kekuasaan.
Praktik politik semacam ini sudah lazim terjadi dalam sistem demokrasi kapitalisme. Pasalnya, semua aktivitas politik hanya bertujuan untuk mendapatkan satu hal, yakni keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Para pejabat dan penguasa yang ingin melanggengkan kekuasaannya akan melakukan segala cara demi membangun dinasti politiknya. Apalagi sistem demokrasi kapitalisme yang niragama memang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan.
Dengan prinsipnya tersebut, kekuasaan yang didapatkan pun tidak bertujuan untuk mengurusi kebutuhan rakyat, melainkan untuk merealisasikan semua kepentingan pribadi atau kelompoknya. Sistem demokrasi telah menghasilkan para pejabat dan penguasa yang tidak amanah dan zalim terhadap rakyatnya. Di bawah penguasa yang tidak amanah, kekuasaan bahkan menjadi alat legitimasi untuk mengalahkan supremasi hukum. Inilah karakter asli sistem demokrasi kapitalisme.
Fungsi Kekuasaan dalam Islam
Jika politik dalam sistem demokrasi kapitalisme hanya bertujuan untuk mewujudkan kepentingan pribadi, berbeda halnya dengan Islam. Pasalnya, Islam adalah agama sekaligus ideologi yang tegak di atas asas akidah Islam. Di atas asas tersebut, kekuasaan pun ditegakkan.
Dengan demikian, kekuasaan dalam Islam pun hanya bertujuan untuk dua hal, yakni menegakkan hukum Allah Swt. dan mengurusi urusan rakyat. Sistem yang sahih juga akan melahirkan para penguasa amanah yang hanya menggunakan kekuasaannya untuk mewujudkan kemaslahatan Islam dan kaum muslimin.
Tanggung jawab seorang penguasa sangatlah berat sehingga tidak semua orang mampu menduduki jabatan sebagai penguasa. Para penguasa dalam Islam pun akan amanah karena takut pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Karena itu, tidak akan ada aktivitas berebut kekuasaan apalagi menghalalkan segala cara hanya untuk meraih kekuasaan.
Pasalnya setiap amanah kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari: "Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya."
Di sisi lain, Islam memiliki mekanisme yang mudah, efektif, dan efisien dalam memilih kepala daerah. Dalam Islam, seorang wali (gubernur) atau amil (wali kota/bupati) dipilih oleh khalifah melalui proses penunjukan. Seseorang yang dianggap layak dan memenuhi kriteria seorang pemimpin akan dipilih oleh khalifah untuk menduduki jabatan tersebut.
Jika di kemudian hari para gubernur atau wali tersebut mengkhianati amanah yang dibebankan kepada mereka maka khalifah berhak untuk memberhentikannya saat itu juga. Selain itu, demi berjalannya kekuasaan sesuai rambu-rambu syariat, Islam juga memberikan tugas pengawasan kepada rakyat untuk memuhasabahi para penguasa.
Demikianlah kekuasaan ditegakkan. Di bawah naungan Islam, kekuasaan benar-benar digunakan untuk mengurusi urusan rakyat, bukan merealisasikan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Wallahualam bissawab.