| 270 Views

Polemik Kriminalisasi Guru, Masih Layakkah Sistem Kapitalisme?

Oleh : Vikhabie Yolanda Muslim

Guru ialah sebuah pilihan profesi yang mulia, karena peranan guru yang sangat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun sayangnya kini, profesi mulia ini tidak menjamin kehidupan guru yang nyaman dan sejahtera. Fakta yang ada justru miris dan berbanding terbalik. Menjadi guru di negeri ini seolah harus siap menghadapi segala badai yang menerpa dengan berbagai resiko dan potensi di kriminalisasi.

Seperti yang dialami oleh guru bernama Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, yang harus merasakan dinginnya jeruji besi hanya karena dituduh memukul siswanya yang merupakan anak seorang anggota polisi. Tak hanya ditahan, Supriyani juga mengalami pemerasan baik oleh oknum anggota kepolisian maupun oleh oknum kejaksaan. Sebuah plot twist yang mungkin tidak pernah ia bayangkan sebelumnya yang didapatkan sebagai seorang pendidik (metrotvnews.com, 01/11/2024).

Selain kriminalisasi seperti yang dialami Supriyani, banyak guru lainnya yang menjadi korban kekerasan. Kriminalisasi juga dialami oleh seorang guru agama bernama Akbar Sarosa di Nusa Tenggara Barat. Akbar Sarosa dilaporkan oleh orang tua siswa hanya karena menghukum anak muridnya yang tidak mau salat. Bukan hanya dilaporkan ke polisi, guru agama itu juga dimintai denda sebesar 50 juta rupiah (metrotvnews.com, 01/11/2024).

Kriminalisasi guru merupakan sebuah mala petaka peradaban yang membuat hati miris. Sebab, salah satu kunci keberkahan dalam menuntut ilmu bagi pelajar ialah adab kepada guru. Jika saat ini kita melihat fenomena dan polemik kriminalisasi kepada guru makin menjamur, itu artinya adab kepada guru kini sudah hilang dari benak dan pikiran generasi atau bahkan dianggap bercanda. Hilangnya adab kepada guru adalah bencana. Sebab ketiadaan adab kepada guru membuat generasi akan hidup dalam kegelapan tanpa ilmu.

Sayangnya, bencana mengerikan ini seolah dibiarkan begitu saja dan tak dibendung. Kriminalisasi guru justru saat ini semakin merajalela dan terus berulang.
Fakta ini menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan saat ini. Kegagalan ini tidak lain dan tidk bukan terjadi sebab sistem pendidikan saat ini dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme.

Sebab dari akarnya, ideologi kapitalisme yang berorientasi pada kepuasan materi, dibangun di atas akidah sekularisme, yakni paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Pemisahan ini mau tidak mau akhirnya menumbuhkan bencana kehidupan, karena manusia dijauhkan dari fitrahnya sebagai hamba Allah.

Manusia kini diarahkan untuk mengikuti aturan yang dibuat sesama manusia. Akibat dari ideologi ini, lembaga pendidikan hanya mengajarkan agama sebagai ilmu, bukan sebagai tsaqofah dan kepribadian yang berpengaruh dalam hidup. Lebih parahnya lagi, jam pelajaran agama kini semakin lama semakin dipangkas, ditambah pula dengan arus moderasi beragama yang semakin hari makin membutakan generasi dari hakikat Islam sebagai sistem kehidupan.

Menguatnya paradigma sekularisme-kapitalisme termasuk dalam sistem pendidikan, menjadikan generasi berbuat amoral termasuk kepada guru. Mereka sama sekali tidak memikirkan ta'dzim (hormat) kepada guru merupakan bagian dari hukum syariat yang harus dijalani di dunia dan kelak dipertanggungjawabkan di akhirat. Pemikiran dan perasaan seperti ini terbilang sangat langka bahkan sudah hilang. Justru pemikiran dan perasaan yang semakin terbentuk kuat di kalangan pelajar ialah egoisme pribadi. Maka wajar nasihat para guru tidak dianggap sebagai bentuk kasih sayang, namun dianggap omongan yang mengganggu privasi hingga guru dikriminalisasi.

Ironisnya, di sisi lain para pelaku kriminal justru kebal terhadap hukum. Sungguh sebuah kesedihan dan kenestapaan guru sebagai pendidik akibat penerapan ideologi kapitalisme.

Lantas apakah benar tak ada lagi tempat berlindung para guru dari maraknya kriminalisasi hari ini? Atau tak adakah sistem selain kapitalisme yang mampu melindungi dan mengangkat derajat guru? Tentu jawaban yang memuaskan hati dan pikiran dari pertanyaan ini hanya bisa kita dapatkan di dalam sistem Islam. Ya, Islam dengan seperangkat aturan dan ideologinya bukan hanya melindungi guru, tetapi Islam juga mengangkat derajat guru dan menghindarkan dari adanya kriminalisasi. Pertanyaan berikutnya ialah mengapa hanya Islam yang bisa?

Jawabannya ialah karena sistem pendidikan kapitalisme yang kita lihat hari ini, tentu sangat berbeda dengan sistem pendidikan yang dipengaruhi oleh ideologi shahih yakni Islam. Ideologi Islam berdiri di atas aqidah aqliyah shahih yang meyakini bahwa manusia hanyalah hamba yang wajib terikat dengan syariat Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Keyakinan ini membawa keridaan manusia untuk mengatur hidupnya dengan hukum-hukum Allah, termasuk mengatur sistem pendidikan mereka.

Dalam kitab Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah karya Syaikh Atha’ bin Khalil, dijelaskan bahwa sistem pendidikan Islam dibangun dari landasan aqidah. Strategi pendidikan harus dirancang untuk mewujudkan identitas keislaman yang kuat, baik aspek pola pikir (aqliyah) maupun pola sikap (nafsiyah). Metode pengajarannya harus dilakukan dengan talaqiyan fikriyan hingga penanaman tsaqofah Islam berupa aqidah, pemikiran, dan perilaku Islam merasuk ke akal dan jiwa anak didik.

Pengaitan antara aqidah Islam dengan sistem pendidikan Islam akan menghasilkan generasi berkepribadian Islam nan mulia. Tentu saja, pribadi seperti ini tidak akan mungkin melakukan kriminalisasi kepada guru sendiri, karena mereka memahami rasa ta’dzim (hormat) kepada guru menjadi salah satu faktor keberkahan ilmu hingga diri mereka menjadi pribadi mulia. Konsep pendidikan seperti ini tidak akan mungkin terwujud oleh sistem kapitalisme yang telah kita ketahui bobroknya karena terang-terangan melakukan pemisahan agama dari kehidupan serta merugikan manusia.

Maka, satu-satunya yang bisa memberikan perlindungan dan menyelamatkan guru dari ketidakadilan hukum hari ini, ialah ketika negara juga menerapkan sistem Islam secara menyeluruh di semua lini kehidupan. Jika mata kita telah menyaksikan betapa tidak layak dan rusaknya efek penerapan sistem kapitalisme yang dialami oleh guru, lantas apa lagi yang membuat hati kita berharap pada sistem buatan manusia yang diterapkan hari ini? Bukankah sudah saatnya kita kembali kepada sistem yang telah diturunkan langsung oleh Sang Pencipta kita?


Share this article via

91 Shares

0 Comment