| 104 Views

PHK Massal Sritex Bukti Kegagalan Sistem yang Diterapkan

Oleh : Nenah Nursa'adah
Muslimah Pemerhati Sosial, Ciparay Kab. Bandung.

Terjadi PHK massal  di perusahaan Sritex, lebih dari 10 ribu pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex kena pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK terjadi usai raksasa tekstil tersebut tutup total karena pailit. Merespons hal itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah mengambil langkah-langkah antisipatif menghadapi PHK massal tersebut.

Ketua Komisi VII DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan pemerintah dituntut melakukan langkah-langkah antisipatif dalam menghadapi penutupan PT Sritex. Sebab, penutupan PT Sritex akan menyebabkan PHK massal. "Ujung-ujungnya, karyawan lagi yang jadi korban. Padahal, mereka ini bekerja secara profesional, patuh pada seluruh aturan yang ditetapkan baik oleh pemerintah, maupun perusahaan.

Namun dalam situasi dan kondisi seperti ini, mereka yang kelihatannya harus rela berkorban. Padahal kebutuhan mereka saat ini tengah meningkat. Memenuhi kebutuhan selama Ramadan dan Lebaran," kata Saleh dalam keterangannya, Sabtu (1/3/2025).

Bangkrutnya PT Sritex hingga harus meng PHK semua karyawan yang jumlahnya 10 ribu, ini di sebabkan oleh penerapan sistem liberalisasi perdagangan dalam sistem kafitalis. Liberalisasi ini mengakibatkan negara kehilangan kontrol dalam menyediakan lapangan kerja dan membuat swasta berkuasa lebih banyak dalam industri.

Sistem kapitalis Liberalisme, yang melahirkan kebebasan kepemilikan pasar bebas. Maka tidak heran jika, industri dan perdagangan di kuasai oleh para pemilik modal apalagi Asing dan Aseng. Sehingga memudahkan masuknya investasi asing dan kesepakatan -kesepakatannya, baik regional maupun internasional yang membuat Indonesia terikat dengan perdagangan bebas.

Juga prinsip -prinsip pasar bebas yang di terapkan sistem kapitalis ini, menjadikan bagi individu dan perusahaan untuk berproduksi membeli dan menjual barang dan jasa secara bebas tanpa adanya campur tangan pemerintah sebagai penguasa. Hingga mengakibatkan negara tidak berkuasa, dan menjadikan sebagai regulator dan fasilitas.

Berbeda dengan sistem Islam, sistem Islam mampu mengelola industri dan perdagangan dalam negeri, luar negeri dan kepemilikan harta. Dalam sistem Islam kepemilikan harta terbagi menjadi tiga. Pertama kepemilikan Individu, kedua kepemilikan Umum dan ketiga kepemilikan negara, dan dalam sistem Islam pun melarang Individu apalagi asing menguasai kepemilikan umum seperti tiga hal yaitu  air, api dan padang rumput atau seperti Laut, gunung dan minyak bumi.

Semua ini harus di kelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat semata. Maka dengan aturan ini, negara akan mampu membangun dan memfasilitasi industri strategis, seperti penggilingan minyak, pengelolaan tambang alutsista, pertanian, dan sebagainya. Negara juga akan menyerap tenaga kerja yang jumlahnya lebih banyak, dan menyediakan lapangan kerja dalam industri.

Negara pun akan mendorong laki -laki sebagai pencari nafkah untuk bekerja, jika ia tidak mampu untuk bekerja maka negara, mempunyai kewajiban untuk mencarikan pekerjaan untuk mereka. Karena pemimpin bagaikan seorang penggembala, yang bertanggung jawab atas terpenuhinya kebutuhan -kebutuhan hidup rakyatnya. Seperti sabda Rasulullah SAW., "Imam yang menjadi pemimpin manusia, adalah (bagaikan) penggembala dan hanya dialah yang akan bertanggung jawab atas semua (urusan) rakyatnya" ( HR . Bukhari dari Abdullah Ibnu Umar).

Wallahu a'lam bish shawwab


Share this article via

35 Shares

0 Comment