| 44 Views
PBB Serukan Kesabaran, Negara Eropa Tangguhkan Keputusan untuk Pengungsi Suriah
CendekiaPos - Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), Filippo Grandi, menyerukan "kesabaran dan kewaspadaan" dalam proses pengembalian pengungsi Suriah ke negara asal mereka pasca-kejatuhan Presiden Bashar al-Assad. Grandi menegaskan bahwa proses tersebut harus bersifat sukarela dan aman, mengingat situasi di Suriah masih belum stabil.
Dalam pernyataannya pada Senin (9/12/2024), Grandi mengatakan, "Kesabaran dan kewaspadaan sangat diperlukan, dengan harapan bahwa perkembangan di lapangan akan berjalan positif, memungkinkan pengembalian sukarela, aman, dan berkelanjutan – dengan para pengungsi dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang jelas."
Kejatuhan Rezim Assad dan Dampaknya pada Pengungsi
Bashar al-Assad tumbang pada Minggu lalu dalam sebuah serangan kilat oleh pasukan oposisi, mengakhiri lebih dari setengah abad kekuasaan keluarga al-Assad. Konflik ini, yang berlangsung selama 13 tahun, telah menewaskan ratusan ribu orang dan memaksa jutaan warga Suriah melarikan diri, menciptakan salah satu krisis pengungsi terburuk dalam sejarah modern.
Sehari setelah kejatuhan al-Assad, sejumlah negara Eropa, termasuk Jerman, Prancis, Austria, dan Belgia, mengumumkan penangguhan keputusan atas permohonan suaka dari pengungsi Suriah. Langkah ini memicu perdebatan internasional mengenai masa depan jutaan pengungsi Suriah di luar negeri.
Fokus pada Transisi Aman
Menurut Grandi, kemungkinan pengembalian pengungsi sangat bergantung pada apakah kepemimpinan baru di Suriah mampu menciptakan hukum dan ketertiban. "Transisi yang menghormati hak, kehidupan, dan aspirasi seluruh warga Suriah – terlepas dari etnisitas, agama, atau keyakinan politik – adalah kunci untuk membuat rakyat merasa aman," jelas Grandi.
Dalam pernyataan pertamanya pasca-kejatuhan al-Assad, oposisi Suriah menyerukan agar warga Suriah di luar negeri kembali ke tanah air untuk membantu membangun kembali negara tersebut. "Suriah menanti kalian," bunyi seruan oposisi tersebut.
Tanggapan Eropa dan Kontroversi Deportasi
Jerman, yang menampung populasi pengungsi Suriah terbesar di luar Timur Tengah, menyatakan akan memantau perkembangan situasi di Suriah dengan cermat. Namun, Austria mengambil langkah lebih keras dengan mengindikasikan bahwa deportasi pengungsi Suriah ke negara asal mereka akan segera dilakukan.
Beberapa politisi sayap kanan di Eropa, yang kerap menentang imigrasi, menyerukan langkah serupa. Alice Weidel, pemimpin partai Alternatif untuk Jerman (AfD), dengan sinis mengomentari perayaan warga Suriah atas kejatuhan al-Assad. "Siapa pun yang merayakan 'Suriah Merdeka' di Jerman, jelas tidak lagi memiliki alasan untuk mengungsi," tulisnya di platform X. "Mereka harus segera kembali ke Suriah."
Namun, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Jerman memperingatkan bahwa berakhirnya rezim Assad tidak otomatis menjamin stabilitas atau perdamaian di masa depan.
Kritik dari Organisasi HAM
Amnesty International mengkritik kebijakan pembekuan keputusan suaka tersebut, dengan menekankan bahwa "situasi hak asasi manusia di Suriah masih sangat tidak jelas." Langkah ini, menurut mereka, dapat membahayakan nyawa para pengungsi yang masih rentan terhadap kekerasan dan ketidakpastian.
Harapan untuk Masa Depan
Dengan situasi yang masih berkembang, masyarakat internasional kini berada dalam dilema besar: bagaimana menyeimbangkan hak asasi manusia, keamanan internasional, dan kebijakan pengungsi di tengah perubahan besar di Suriah. UNHCR menegaskan bahwa transisi yang aman dan adil di Suriah adalah satu-satunya jalan untuk memberikan masa depan yang layak bagi jutaan warganya yang terlantar.