| 169 Views

Mengulang Sejarah 1998 dan 2020. Tahun 2024 ini Apakah Indonesia Mengalamai Krisis Ekonomi lagi?

CendekiaPos - Situasi ekonomi Indonesia saat ini memperlihatkan tanda-tanda yang mengkhawatirkan, mirip dengan kondisi krisis yang pernah terjadi pada 1998 dan 2020. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai indeks harga konsumen (IHK) menunjukkan bahwa pada Juli 2024, Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,18% (month-to-month/mtm). Ini merupakan deflasi ketiga berturut-turut setelah deflasi 0,03% pada Mei dan 0,08% pada Juni 2024.

Pola Deflasi yang Mirip dengan Masa Krisis

Dalam sejarah ekonomi Indonesia sejak 1986, deflasi tiga bulan berturut-turut hanya pernah terjadi dua kali sebelumnya: pada 1999 dan 2020. Pada 2020, Indonesia mengalami deflasi berturut-turut pada Juli (-0,1%), Agustus (-0,05%), dan September (-0,05%) akibat dampak pandemi Covid-19 yang melumpuhkan aktivitas ekonomi global dan domestik.

Lebih jauh lagi, pada 1999, Indonesia mencatat deflasi selama lima bulan berturut-turut dari Maret hingga September, akibat dampak berkepanjangan dari Krisis Moneter 1997/1998. Krisis ini menyebabkan lonjakan pengangguran dari 4,63% pada 1998 menjadi 6,36% pada 1999, serta peningkatan tingkat kemiskinan dari 17,47% sebelum krisis menjadi 23,41% pada 1999.

Faktor Penyebab dan Dampaknya

Kondisi deflasi yang terjadi saat ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan lonjakan harga pangan. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa pada periode Januari-Juni 2024, sebanyak 32.064 pekerja terkena PHK, naik 21,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini berdampak langsung pada penurunan daya beli masyarakat.

Menurut Bank Indonesia, proporsi konsumsi masyarakat Indonesia pada Juni berada di angka 73,9%, sedikit membaik dibandingkan Mei tetapi masih di bawah rata-rata 2023 yang berada di angka 75%. Lemahnya daya beli juga tercermin dari stagnannya penjualan mobil nasional yang tidak mampu melampaui angka penjualan 1,23 juta unit pada 2013, meskipun produksi mobil nasional mencapai puncak pada 2022 dengan 1,47 juta unit.

Tanggapan Pemerintah

Menanggapi kondisi ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa tim pengendali inflasi pusat dan daerah (TPIP dan TPID) terus bekerja untuk menjaga tingkat inflasi pada level 2,5%. Airlangga menyatakan bahwa penurunan harga-harga pangan adalah bagian dari upaya mengontrol inflasi, dan menganggap bahwa daya beli masyarakat masih terjaga.

"Inflasi kan memang kita ada tim inflasi, TPIP dan TPID, yang memang mau menurunkan inflasi, dan pasca lebaran kan turun ke 2,5%," kata Airlangga di kantornya di Jakarta.

Airlangga optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan terganggu oleh kondisi deflasi ini, dan memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2024 masih akan berada di kisaran 5%.

Kondisi ekonomi Indonesia saat ini menunjukkan pola yang mirip dengan masa krisis 1998 dan 2020. Deflasi berturut-turut, meningkatnya PHK, dan melemahnya daya beli masyarakat menjadi indikator utama yang memerlukan perhatian serius. Meski demikian, pemerintah optimistis dengan pertumbuhan ekonomi dan upaya pengendalian inflasi yang terus berjalan. Semoga langkah-langkah yang diambil dapat menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.


Share this article via

79 Shares

0 Comment