| 138 Views
Kegigihan Ibu Ulama Hebat
Oleh: K.H. Hafiz Abdurrahman
Mereka datang dari negeri yang jauh membawa putranya untuk belajar tentang agamanya. Dengan misi dan tujuan menjadi ulama.
Ibunda Imam Syafii membawa putranya dari Gaza, mengarungi perjalanan jauh ke Makkah untuk berguru kepada Ibn Uyainah. Ketika itu, usianya baru dua tahun. Umur 7 tahun Imam Syafii sudah hapal al-Qur’an. Beliau mendalami bahasa Arab, syair dan kaidah bahasa Arab dengan baik.
Usia 10 tahun beliau hapal kitab al-Muwatha', karya Imam Malik hanya dalam waktu 7 hari. Setelah menghabiskan ilmu ulama Makkah, beliau dibawa ibundanya menghadap kepada Imam Malik di Madinah. Ketika Imam Malik menyimak dan menyaksikan Imam Syafii mentasmi'kan hapalannya di hadapan Imam Malik, beliau tergakum-kagum dengan kecerdasan, kefasihan dan ketepatan Imam Syafii.
Meski hidup miskin dan papa, bahkan konon tidak sanggup membeli kertas dan pena, Imam Syafii tetap dimotivasi ibundanya untuk tetap bersabar dan mengikuti Majlis Imam Malik dengan mengandalkan kekuatan hapalannya. Subhanallah, ketika dites oleh Imam Malik, tak ada satupun kata yang disampaikan gurunya yang lepas atau hilang. Beliau pun menjadi Mufti saat usia baru 14 tahun.
Akhirnya Imam Syafii menjadi jembatan dari dua Mazhab besar pada zamannya, Mazhab Ahli Ra'yi, di Iraq, Imam Abu Hanifah dan muridnya al-Hasan as-Syaibani, dan Mazhab Ahli Hadits di Madinah, Imam Malik, dll. Maka, di tangan Imam Syafii, kedua Mazhab ini berhasil dipadukan. Karena Imam Syafii berguru kepada keduanya
Maka, lahirlah Mazhab Syafii yang luar biasa. Karena itu, ushul fikih yang dirumuskan oleh Imam Syafii bisa dikatakan murni, dan menjadi jembatan bagi semua mazhab-mazhab tersebut, dan dari sana akhirnya ushul fikih yang lain berkembang.
Lalu siapa yang berjasa besar kepada imam besar ini? Pertama, tentu ibunya. Kedua, guru-guru yang mendidiknya. Itulah yang juga terjadi pada Imam Ahmad.
Maka, di balik kehebatan mereka ada ibu, yang menjadi madrasah pertama bagi mereka. Kegagalan ibu menjadi madrasah bagi mereka juga menyumbang kegagalan bagi putra-putinya, sehebat apapun guru dan madrasahnya.