| 19 Views

Ironi, Integritas Sulit Tercapai di Dunia Pendidikan

Oleh : Tri Sugiarti

Pendidikan dipercaya sebagai modal generasi untuk menjadi seorang pribadi yang terdidik, artinya moralitas yang baik seharusnya dapat dimiliki. Kejujuran menjadi salahsatu pakem yang melekat pada generasi yang terdidik dalam mengarungi kehidupan. Faktanya saat ini jauh panggang dari api, berbagai praktek kecurangan seringkali terjadi di sekolah bahkan di civitas akademika kampus. Kenyataannya baru-baru ini pun telah tesiar kabar terkait kecurangan pelajar yang semakin berkembang dengan memanfaatkan teknologi canggih di seleksi masuk universitas.

Pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025 belum genap sepekan, namun indikasi kecurangan sudah mencuat. Ketua Umum Penanggung Jawab SNPMB, Prof. Eduart Wolok mengungkapkan, “Mereka mengambil soal dengan bermacam-macam cara dan sarana teknologi baik dengan perantara hardware atau software. Contohnya pakai HP recording desktop dan lainnya maupun cara konvensional,” jelasnya. Bahkan, ditemukan juga peserta yang menggunakan metode remote desktop, di mana soal dikerjakan oleh orang lain dari lokasi berbeda. Tahun ini muncul berbagai modus baru. Eduart menyebut, beberapa peserta menyelundupkan alat perekam dalam bentuk kamera kecil yang tersembunyi di behel gigi, kuku, ikat pinggang, dan bahkan kancing baju. Semua itu tidak terdeteksi oleh alat metal detector. (kompas.com, 25/04/25)

Kecanggihan teknologi sudah menjadi rahasia umum seringkali digunakan pelajar dan mahasiswa untuk mengakali berbagai tes yang diselenggarakan lembaga Pendidikan. Hal ini menggambarkan buruknya akhlak generasi. Kecurangan yang terjadi di area pendidikan ini seolah menjadi prilaku yang membudaya atau dinormalisasi. Dari survey yang dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengungkapkan skor Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024 berada di angka 69,50 atau masuk dalam posisi koreksi. Skor tersebut turun dari skor SPI 2023 yang berada di angka 71. (kompas.com, 24/04/25)

Sistem pendidikan yang berlandaskan sistem hidup kapitalisme yang dianut negeri ini memang wajar menghasilkan para pelajar berorientasi pada materi atau hasil kerena itu yang menjadi ukuran keberhasilan dan kebahagiannya, abai pada halal dan haram. Integritas tak lagi ada selama para pelajar ini dapat menyimpan dengan rapat kecurangannya. Berbagai cara digunakan demi kebahagiaan materi walaupun harus menggunakan cara-cara yang dapat menurunkan harkat martabat seorang yang terdidik. Sehingga, mengenyam pendidikan di era sistem kapitalisme ini bukan untuk menghasilkan orang-orang yang memiliki kepribadian yang unggul tetapi hanya sekedar menghasilkan orang-orang pintar yang mengejar kesenangan atau kesuksesan materi.

Berbeda di dalam pandangan Islam, Islam menjadikan ukuran kebahagiaan adalah keridlaan Allah. Negara yang berlandaskan ideologi Islam akan menjaga agar setiap individu senantiasa terikat dengan aturan Allah. Sistem Pendidikan Islam berasas akidah Islam akan mencetak generasi unggul yang berkepribadian Islam, terikat pada syariat Allah, memiliki ketrampilan yang handal, dan menjadi agen perubahan. Dengan kuatnya kepribadian islam, kemajuan teknologi pun akan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Allah, dan untuk meninggikan kalimat Allah.


Share this article via

0 Shares

0 Comment