| 31 Views

Dekrit Mahmoud Abbas: Apakah Menentukan Masa Depan Palestina di Tengah Ketegangan?

Oleh : Risky Irawan
Wartawan / Pengamat Politik Internasional

Presiden Palestina Mahmoud Abbas kembali mencuri perhatian internasional setelah mengumumkan siapa yang akan menggantikannya secara sementara jika posisinya kosong. Keputusan ini secara efektif mengecualikan peran Hamas dari transisi kepemimpinan di masa depan, menegaskan perpecahan yang mendalam antara dua faksi utama Palestina, Fatah dan Hamas.

Abbas, yang kini berusia 89 tahun, telah memimpin Otoritas Palestina (PA) jauh melampaui masa jabatannya yang resmi berakhir pada 2009. Meski menghadapi kritik selama bertahun-tahun, ia menolak menunjuk penerus hingga akhirnya mengeluarkan dekrit yang memperjelas arah transisi kekuasaan.

Pemimpin Baru di Tengah Kekosongan Kekuasaan

Menurut dekrit terbaru yang diumumkan pada Rabu (27/11/2024), Abbas menetapkan bahwa Ketua Dewan Nasional Palestina (PNC), Rawhi Fattuh, akan mengambil alih tugas presiden sementara jika terjadi kekosongan kekuasaan. PNC adalah badan legislatif yang berada di bawah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan memiliki lebih dari 700 anggota dari wilayah Palestina dan diaspora.

Langkah ini signifikan karena PNC, yang didominasi oleh Fatah, tidak memiliki keterlibatan dari Hamas. Hamas, yang telah menguasai Jalur Gaza sejak 2007, bukan bagian dari PLO dan tidak memiliki perwakilan di PNC. Dengan demikian, pengumuman ini secara efektif menyingkirkan Hamas dari transisi politik Palestina.

Hukum yang Diubah untuk Menyesuaikan Tantangan

Sebelumnya, berdasarkan hukum Palestina, kekosongan kekuasaan akan diisi oleh Ketua Dewan Legislatif Palestina (PLC). Namun, Abbas membubarkan PLC pada 2018, mengakhiri lebih dari satu dekade ketegangan dengan Hamas, yang sebelumnya menguasai lembaga tersebut setelah memenangkan pemilu 2006.

Dekrit Abbas juga menetapkan bahwa setelah masa transisi, pemilu harus digelar dalam waktu 90 hari, meski batas waktu ini dapat diperpanjang dalam situasi "force majeure." Langkah ini menunjukkan upaya Abbas untuk mempertahankan kendali politik di tengah berbagai ancaman, baik internal maupun eksternal.

Tantangan Internal dan Ancaman Eksternal

Keputusan Abbas ini datang di tengah melemahnya posisi PA. Pemerintahan Abbas bahkan kesulitan membayar gaji pegawai negeri sipil akibat keterbatasan anggaran dan tekanan ekonomi. Ketegangan antara Fatah dan Hamas, yang telah berlangsung lebih dari satu dekade, semakin memperumit situasi.

Sementara itu, ancaman dari Israel terus meningkat. Di bawah pemerintahan sayap kanan Benjamin Netanyahu, seruan untuk mencaplok seluruh atau sebagian wilayah Tepi Barat semakin menguat. Netanyahu, yang memimpin pemerintahan paling konservatif dalam sejarah Israel, menghadirkan tantangan serius bagi masa depan Palestina.

Ketegangan yang Tak Kunjung Reda

Langkah Abbas ini mempertegas perpecahan antara Gaza dan Tepi Barat. Hamas menguasai Jalur Gaza dengan pemerintahan yang terpisah, sementara Abbas memerintah sebagian kecil wilayah Tepi Barat di bawah tekanan dari pendudukan Israel. Ketegangan ini semakin mendalam pasca perang terbaru di Gaza pada 2023, yang dipicu oleh serangan besar Hamas ke wilayah Israel.

Dekrit Abbas juga mencerminkan langkahnya untuk menjaga kontrol politik di tengah ketidakpastian masa depan Palestina. Abbas tampaknya ingin memastikan bahwa transisi kekuasaan tetap berada dalam kendali PLO, meskipun posisinya sebagai pemimpin telah lama dipertanyakan.

Masa Depan Palestina: Semakin Jauh dari Harapan dan Ketidakpastian

Dekrit ini menyoroti realitas pahit politik Palestina: perpecahan internal, tekanan eksternal, dan ketidakpastian masa depan. Di satu sisi, langkah Abbas dapat dilihat sebagai upaya untuk mempertahankan stabilitas politik di tengah tantangan besar. Namun, di sisi lain, keputusan ini juga menggarisbawahi kegagalan PA dalam menyatukan Palestina dan menjawab aspirasi rakyatnya.

Dengan situasi yang semakin tegang, masa depan Palestina kini berada di ujung tanduk. Apakah transisi ini dapat menciptakan harapan baru atau justru memperparah perpecahan, waktu yang akan menjawab. Satu hal yang pasti, perjuangan Palestina untuk keadilan, kemerdekaan, dan kesatuan masih jauh dari selesai.


Share this article via

39 Shares

0 Comment