| 137 Views

Dalam Sistem Kapitalisme Kenaikan Pajak Menambah Penderitaan Rakyat

Oleh : Iska
Ciparay Kab. Bandung

Warganet banyak yang menggugah lambang garuda latar biru. Hal ini ditujukkan sebagai aksi penolakan terhadap kenaikan PPN menjadi 12 persen dari semula 11 persen. Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal kuat bahwa, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang diamanatkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) naik menjadi 12% pada Januari 2025 akan tetap dilaksanakan. 

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, mengatakan sebelum mengetok kenaikan PPN untuk tahun depan, Kemenkeu telah malakukan pembahasan mendalam. Kenaikan PPN ini akan mengganggu Cashflow perusahaan karena membeli bahan baku yang terkena PPN juga, menekan daya beli, mengancam keberlangsungan usaha, memicu risiko PHK dan memicu kesenjangan sosial.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak atas konsumsi barang dan jasa di dalam Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat dalam setiap jalur produksi dan distribusi. PPN merupakan pajak tidak langsung karena pembayaran atau pemungutan pajaknya disetorkan oleh pihak lain yang bukan penanggung pajak. PPN dibayar oleh pembeli, sehingga pembeli yang harus membayar biayanya. Sedangkan kewajiban untuk pemungutan, penyetoran, dan pelaporan menjadi tanggung jawab penjual atau PKP.

Pada masa Rasulullah SAW pajak adalah zakat, usyr, jizyah dan kharaj, walau pun berbeda dari bentuk sumber atau dasar. Islam mengajarkan bahwa beban ekonomi harus dipikul berdasarkan kemampuan, dalam  Qur'an Surat  Al-Baqarah ayat 286, artinya : "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan".

Dalam sistem kapitalisme menarik pajak tanpa timbal balik untuk rakyat adalah sebuah kejahatan , rakyat kecil yang menjadi konsumen pembeli yang menjadi sasaran untuk keuntungan saku pribadi, kenaikan pajak yang besar tetapi belum becus melayani masyarakat dengan baik. Sungguh miris di tengah-tengah terhimpitnya ekonomi malah rakyat lah yang menjadi penanggung pajak tersebut bukannya menyelesaikan masalah tetapi membebankan. 

Oleh karena itu, sudah saatnya negeri ini berbenah secara sistemis. Dengan penerapan sistem Islam secara kafah, kebijakan negara akan mengacu pada hukum-hukum syariat sehingga negara tidak akan bingung mencari sumber pendapatan negara. Negara juga tidak akan mudah menjerat rakyat dengan pajak. Dalam sistem Islam kafah, pajak tidak menjadi sektor atau pilihan utama sebagai sumber pemasukan negara. Kepemimpinan dan sistem Islam kafah akan melahirkan kebijakan yang mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan rakyat.

Wallahu a'lam bish shawwab.


Share this article via

92 Shares

0 Comment