| 135 Views
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Meningkat, Kehidupan Masyarakat Tetap Sulit

Oleh: Alifvia an Nidzar
Mahasiswi di Depok
Sungguh aneh tapi nyata. Di saat skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebagai indikator tingkat kualitas konsumsi pangan masyarakat mengalami peningkatan, di saat itu juga akses masyarakat terhadap makanan justru tidak terwujud dengan baik.
Sebagaimana yang dikabarkan Antara News, (15/02/2024), Pada Kamis malam telah berlangsung launching skor PPH bersamaan dengan pemberian Apresiasi Kedeputian Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Tahun 2024 yang dilaksanakan di Bandung. Ada empat provinsi dengan capaian skor PPH melebihi target RPJMN 2023 yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Selatan. Dan juga kepada lima Kabupaten yakni Sumenep, Wonosobo, Nagan Raya, Lombok Timur dan Lumajang. Bahkan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menginformasikan, skor PPH telah mengalami peningkatan 2023.
Namun, skor capain tersebut tidak berati apa-apa bagi masyarakat kecil tidak ada peingkatan malah hidup makin sulit. Pasalnya, semua kebutuhan bahan pangan hampir semuanya naik, imbasnya masyarakat banyak yang kesulitan. Perlu diketahui, saat ini harga untuk sembako utamanya beras mengalami kenaikan yang drastis. Banyak masyarakat khususnya para ibu rumah tangga yang harus memutar otak agar kebutuhan beras terpenuhi. Salah satunya dengan mencampur beras satu dengan lainnya.
Tidak hanya sampai di situ, angka stunting diikuti dengan angka kemiskinan turut membuat skor yang dipaparkan sebelumnya menjadi sebuah pencitraan yang dibuat buat. Tentu saja, persoalan lain seperti rantai distribusi pun turut andil di dalamnya dan menjadi perhatian.
Padahal, pangan merupakan kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi. Hal ini mengingat sumber energi untuk beraktivitas berasal dari pangan. Selain sumber energi, perlu diingat kembali, di dalam pangan tidak hanya berisikan karbohidrat saja, melainkan ada protein, vitamin, mineral. Dengan kata lain pangan harus bergizi, beragam, seimbang dan aman. Jenis pangan seperti ini banyak diidamkan oleh kalangan masyarakat namun melihat kondisi hari ini dimana harga harga untuk sembako, sayur mayur, buah buahan, daging, telur, susu meroket maka sudah bisa dipastikan konsumsi pangan bergizi hanya sebuah ilusi. Bagi masyarakat, sudah bisa makan untuk sehari hari saja sudah bersyukur.
Persoalan stunting pun diabaikan oleh masyarakat. Karena memang fokus mereka bagaimana bisa berhasil melakukan pertahanan diri di kala sulit seperti hari ini. Sungguh miris bila melihat kondisi seperti ini, mengingat negeri ini kaya akan sumber daya alam yang tentunya mampu untuk bisa memenuhi konsumsi pangan yang bergizi, beragam, seimbang dan aman.
Perlu dipertanyakan juga bagaimana peran pemerintah seharusnya saat melihat fenomena di lapangan yang jomplang dengan apa yang diberitakan oleh media bahwa skor PPH mengalami peningkatan secara berkala. Namun, kita semua tahu bahwa pemerintah saat ini yang berada di bawah naungan kapitalis membuat hal-hal yang aneh dan tidak masuk akal menjadi suatu keniscayaan. Demi pencitraan mereka berani melakukan kecurangan juga kebohongan dalam memanipulasi data. Tujuannya hanya satu, agar citra mereka tetap baik dan masyarakat mau untuk terus memilih mereka.
Berangkat dari sini, seharusnya masyarakat menyadari akan hal ini sedari dulu. Sudah saatnya kita memutus rantai setan ini. Dan sudah seharusnya kita menjadikan Islam sebagai solusi. Di dalam Islam, persoalan terkait rantai distribusi adalah hal yang tidak bisa diabaikan. Ini adalah hal penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Islam menetapkan bahwa negara harus menjamin kebutuhan pokok serta memastikan distribusi berjalan baik. Islam juga menerapkan kedaulatan dan ketahanan pangan negara menjadi suatu kewajiban untuk diwujudkan. Tidak secara terus menerus bergantung kepada negara lain untuk menyuplai kebutuhan layaknya yang dilakukan negara kapitalis hari ini.[]