| 248 Views
Mengatasi Kemiskinan Dengan Islam

Oleh: Risti
Dikutip dari Jakarta, Beritasatu.com - Jajaran Polrestro Jakarta Barat mengungkap modus kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) bayi, yang melibatkan ibu kandung, di kawasan Tambora, Jakarta Barat.
Saat itu, ibu bayi yang tengah hamil delapan bulan, kesulitan untuk membayar biaya persalinannya, di salah satu rumah sakit di Jakarta Barat. Kemudian tersangka menawarkan sejumlah uang untuk menguasai sang bayi.
Juga dikutip dari Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebutkan, para ibu yang menjual anak atau bayinya umumnya berasal dari kelompok rentan secara ekonomi.
"Ya, tentu kalau melihat profil dari para ibu anak-anak ini dan modus yang tadi disampaikan, memang ini adalah kelompok-kelompok perempuan rentan (secara ekonomi)," kata Asisten Deputi (Asdep) Perlindungan Khusus Anak dan Kekerasan Kementerian PPPA, Ciput Eka Purwanti dalam jumpa pers di Polres Metro Jakarta Barat, Jumat.
Faktor penyebab kemiskinan di Indonesia sangat beragam dan menarik untuk dijejaki. Kemiskinan sendiri adalah sebuah masalah global yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Isu kemiskinan termasuk dalam masalah kemanusiaan, dan dibutuhkan upaya yang sangat terintegrasi untuk mengatasinya.
Kemiskinan merupakan persoalan klasik yang telah ada sejak sejak umat manusia ada. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dihadapkan pada masalah kemiskinan yang tidak bisa diabaikan. Angka kemiskinan masyarakat setiap tahunnya seolah tak pernah berkurang.
Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, apa sebenarnya penyebab kemiskinan di Indonesia yang sehingga dapat membuat seorang Ibu menjual bayi yang dikandungnya?
Faktor penyebab kemiskinan tersebut dapat berupa pertumbuhan ekonomi, produktifitas tenaga kerja, tingkat upah, jenis pekerjaan dan jumlah jam kerja, kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia) dan inflasi.
Jumlah anggota rumah tangga, fasilitas kesehatan, konsumsi rumah tangga, sumber air bersih, transportasi, kepemilikan aset lahan pertanian, pendidikan dan jumlah tahun bersekolah seluruh anggota keluarga, akses permodalan, dan lokasi wilayah tempat tinggal penduduk dengan pusat pertumbuhan ekonomi juga merupakan faktor penyebab kemiskinan lainnya.
Bank Dunia merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia supaya mengubah acuan tingkat garis kemiskinan yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity. Menurut mereka, seharusnya garis kemiskinan di Indonesia diukur dengan paritas daya beli melalui besaran pendapatan sebesar U$ 3,2 perhari, bukan dengan ukuran yang pemerintah gunakan sejak 2011 sebesar U$ 1,9 perhari. (CNBC Indonesia, 9 Mei 2023).
Merespon itu Sri Mulyani mengatakan, ukuran garis kemiskinan yang disarankan Bank Dunia itu belum bisa menggambarkan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia. Selain itu jika ukuran garis kemiskinannya dinaikkan, menyebabkan 40% masyarakat malah tergolong orang miskin.
Saat ini kemiskinan yang menimpah umat merupakan kemiskinan struktural atau sistemis. Yakni kemiskinan yang diciptakan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara atau penguasa. Itulah sistem kapitalisme liberalisme sekularisme. Sistem inilah yang membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang. Di negeri ini telah lama terjadi privatisasi sektor publik.
Seperti jalan tol, air, pertambangan gas, minyak bumi dan mineral. Akibatnya jutaan rakyat terhalang menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan alam tersebut, yang sejatinya adalah milik mereka. Akibat lanjutannya, terjadi kesenjangan sosial cukup tinggi di tanah air. Di sisi lain rakyat seolah dibiarkan hidup mandiri.
Penguasa atau negara berlepas tangan ketimbang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Di bidang kesehatan misalnya, rakyat diwajibkan membayar BPJS setiap bulan. Artinya warga sendiri yang menjamin biaya kesehatan mereka, bukan negara.
Islam memandang orang yang miskin adalah orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan primernya secara menyeluruh yaitu sandang, pangan dan papan. Di dalam Islam, negara akan menjamin terpenuhi nya kebutuhan pokok individu per individu melalui mekanisme sebagai berikut :
Pertama, mewajibkan laki-laki memberi nafkah kepada keluarganya. Jadi jelas, kepada setiap laki-laki yang mampu bekerja, pertama kali Islam mewajibkan untuk berusaha sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Adapun terhadap wanita, Islam tidak mewajibkan mereka untuk bekerja, tetapi Islam mewajibkan pemberian nafkah kepada mereka.
Kedua, Islam mewajibkan kerabat dekat menanggung nafkah keluarganya yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya karena sebab syar'i seperti cacat fisik atau mental, orangtua renta, sakit-sakitan.
Ketiga, jika semua kerabat dekatnya tidak mampu menanggung nafkah keluarga yang berada dalam tanggungannya karena miskin, maka tanggungjawab negara untuk memenuhi kebutuhan individu tersebut. Adapun keuangan negara bersumber dari baitul maal yaitu pos zakat. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.Attaubah : 60.
Keempat, kewajiban kaum muslimin untuk membantu rakyat miskin. Jika dana di baitul maal kosong atau tidak mencukupi untuk membiayai seluruh orang miskin, maka kewajibannya beralih kepada seluruh kaum muslimin. Allah SWT berfirman, “Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bagian.” (TQS. adz-Dzariyat : 19)
Secara teknis, hal ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama , kaum muslim secara individu membantu orang-orang yang miskin. Kedua , negara mewajibkan dharibah (pajak) kepada orang-orang kaya hingga mencukupi kebutuhan untuk membantu orang miskin. Jika dalam jangka waktu tertentu pajak tersebut tidak diperlukan lagi, maka pemungutannya oleh negara harus dihentikan.
Sudah saatnya umat kembali pada syariat Islam yang berasal dari Allah Swt. Syariat Islam telah terbukti mampu menjamin keberkahan hidup manusia. Syariat Islam memiliki mekanisme yang khas dalam mengentaskan kemiskinan dalam sebuah negara.
Dalam Islam tidak dinilai dari besarnya pengeluaran atau pendapatan. Tapi dari pemenuhan kebutuhan asasiyah secara perorangan. Islam mewajibkan negara memenuhi kebutuhan tersebut secara layak. Baik itu kebutuhan asasiyah seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Wallahu a'lam bish-shawwab