| 66 Views

Matinya Fitrah Seorang Ibu, Akibat Rusaknya Sistem

Oleh : Eliya Saragih
Aktivis Muslimah Ngaji 

Peran seorang ibu sangatlah penting bagi pertumbuhan buah hatinya, karena sosok seorang ibu memiliki sifat penyayang lemah lembut terhadap anak-anaknya. Tapi sungguh miris, saat ini betapa banyak kita temui ibu tega berbuat kekerasan kepada anaknya hingga berujung sampai hilangnya nyawa sang anak. Seperti kabar dari Belitung, tepatnya di desa Membalong , seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun diduga membunuh dan membuang bayi yang baru lahir di kamar mandi Bangkapos;18/01/2024).

Alasan ibu yang tega menghabisi sendiri nyawa buah hatinya tersebut adalah karena tidak cukup biaya untuk membesarkan karena suaminya hanya seorang  buruh. Hal serupa sebelumnya terjadi di Gunung Kidul. Seorang ibu membekap anaknya yang masih bayi hingga meninggal juga dengan alasan karena kesulitan ekonomi (Jogja;07/11/2023).

Tersingkirnya Fitrah Ibu

Ada api ada sumbernya. Demikianlah yang terjadi pada banyak kasus pembunuhan yang dilakukan ibu terhadap anaknya. Faktor  internal maupun eksternal telah  mendorong seorang ibu tega menghilangkan nyawa anaknya, menyingkirkan fitrahnya sebagai ibu yang penuh kasih sayang. 
Beberapa faktor tersebut antara lain: 

Pertama, faktor internal. Keimanan dan ketakwaan yang lemah menutup mata, hati,  rasa, pikir dan jiwa seorang ibu hingga hilang kesadarannya untuk menjaga anak sebagai anugerah indah serta amanah dari Allah Swt. 
Alih-alih mengasuh, membesarkan dan mendidiknya, seorang ibu malah membunuhnya. Sistem kapitalisme yang berasaskan materi semakin mendukung lemahnya ilmu terkait tugas seorang ibu, di mana seorang ibu lebih mengedepankan materi dari pada memerhatikan pola asuh yang baik untuk anak-anaknya. 

Pemahaman yang mendasar bahwa ibu adalah seseorang yang penuh limpahan kasih sayang untuk hadirkan surga di rumahnya, malah neraka yang dirasa. Hal ini turut mendukung pola sikap ibu yang tega berbuat kejam sampai menghilangkan nyawa anaknya.

Kedua, faktor eksternal. Ketahanan keluarga menjadi hal yang juga berpengaruh terhadap perilaku seorang ibu. Dalam sistem kapitalisme, kaum ibu  dipaksa harus menanggung beban ekonomi keluarga. Menjadi tulang punggung keluarga yang sangat membebani hidup seorang ibu, memengaruhi kondisi ibu baik secara fisik maupun psikologis, hingga  kelahiran anak bisa dianggap sebagai  tambahan beban. Stres tingkat tinggi menghantui kaum ibu, hingga tak lagi bisa berpikir jernih dan tenang menghadapi hidup, dan anak menjadi pelampiasan amarah yang akhirnya hilang kewarasan seorang ibu untuk meneguhkan dirinya sebagai sosok yang penuh kasih sayang. 

Padahal keluarga seharusnya mendukung kaum ibu untuk menjalankan fungsi utamanya sebagai ibu. Alih-alih terealisasi yang ada sebabkan anaknya meninggal dunia.
Faktor eksternal lainnya adalah, lingkungan masyarakat. Sistem kapitalisme telah menjadikan masyarakat bersikap individualis yang tidak peduli pada nasib orang lain.

Kesibukan masing-masing telah menghilangkan perhatian terhadap adanya kesulitan yang sedang dihadapi orang lain.  Tidak peduli lagi apakah ada yang butuh bantuan atau tidak. Konsep ta'awun (tolong menolong) seakan hilang ditelan arus kehidupan.
Dan faktor eksternal yang juga tidak kalah pentingnya terkait dengan kasus ini adalah peran negara. Negara yang seharusnya menjadi garda terdepan mengurusi urusan perempuan (ibu), seakan ghosting di saat dibutuhkan, lenyap dikala rakyat (kaum ibu) disergap duka lara.

Negara yang seharusnya memiliki peran utama dalam melindungi kaum ibu serta mampu untuk menanamkan keimanan yang kokoh  pada kaum ibu agar kaum ibu kuat menjalani ujian hidup dan yakin bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan, yakin bahwa Allah Ta'ala pasti turunkan pertolongan, negara lalai dalam merealisasikannya. Berbeda halnya dengan sistem Islam, dalam sistem Islam merawat dan menjaga fitrah keibuan. Jika fitrah ini terwujud dengan optimal pada Perempuan, maka generasi akan terdidik dengan benar. 

Fitrah keibuan merupakan perwujudan dari gharizah nau’ (naluri berkasih sayang) yang ada dalam diri setiap manusia. Jaminan kehidupan berkaitan erat dengan kesejahteraan yang tidak mungkin diwujudkan per individu namun membutuhkan peran negara. Maka Islam mengatur agar negara menjadi support system bagi para ibu dan anak agar mereka mendapatkan jaminan kesejahteraan. 

Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik itu dari jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara. Dalam jalur nafkah, syariah menetapkan bahwa menjadi tanggung jawab laki-laki untuk mencari nafkah. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah/2: 233 sebagai berikut: 

"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf… “(Q.S. Al-Baqarah/2: 233).

Dan firman Allah dalam Al-Quran Surah An-Nisa ayat 34 sebagai berikut: 

"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan Sebagian mereka (laki-laki) atas Sebagian yang lain (Perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka Perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri Ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)…” (QS. An-Nisa/4: 34).

Nafkah berkaitan erat dengan pekerjaan, dan itu tidaklah cukup hanya pada individu semata namun harus ada juga lapangan pekerjaan, maka Islam mewajibkan negara menjadi penanggung jawab tersedianya lapangan pekerjaan dan memadai. Tidak ada seorang laki-laki pun yang tidak bekerja. Selain itu, Islam juga memerintahkan kehidupan masyarakat dilandasi dengan ikatan akidah dengan begitu tolong menolong (ta’awun) antar masyarakat menjadi dukungan tersendiri bagi seorang ibu untuk mengasuh anak-anak mereka. 

Jika pun seorang ibu mendapatkan qodho suami meninggal atau kehilangan kemampuan mencari nafkah, Islam juga punya mekanisme agar mereka tetap mendapatkan jaminan kesejahteraan. Jalur penafkahan akan beralih ke saudaranya, jika tidak memiliki saudara maka tanggung jawab itu akan beralih kepada negara. Alokasi jaminan tersebut akan diambil dari Baitul maal, tidak hanya itu, Islam juga mewajibkan negara menjamin harga pangan terjangkau oleh masyarakat. 

Dengan begitu maka para ibu dapat menyiapkan kebutuhan gizi anak dan keluarga dengan baik. Islam juga mengatur kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain juga dijamin oleh negara secara mutlak. Rakyat mendapatkannya secara gratis dan berkualitas karena kebutuhan publik tersebut dibiayai oleh Baitul maal. 
Dengan demikian kesejahteraan akan dirasakan oleh setiap orang termasuk para ibu dapat mengasuh anaknya dengan optimal tanpa rasa khawatir terhadap masalah ekonomi, sehingga dapat menjaga fitrah seorang ibu. Allahu A’lam Bisshawab


Share this article via

72 Shares

0 Comment