| 311 Views
Live Bullying, Bukti Kejahatan Makin Genting

Oleh : Wakini
Aktivis Muslimah
Teknologi informasi yang berkembang di zaman sekarang sangat berpengaruh terhadap kehidupan serta perilaku masyarakat di seluruh dunia. Keberadaan teknologi ini memberikan kemudahan untuk berinteraksi dan menyebarkan informasi bagi khalayak ramai. Walaupun begitu manfaat yang didapat dalam penggunaan teknologi informasi ini sering digunakan oleh orang-orang untuk hal-hal negatif, seperti memposting kata-kata dalam bentuk hinaan, ujaran kebencian, dan penyebaran berita hoaks yang bisa merugikan pihak bersangkutan. Krisis etika dalam bermain media sosial kerap terjadi dalam komunikasi digital.
Seperti yang terjadi beberapa pekan yang lalu, Sebuah video bullying (perundungan) terhadap bocah di bawah umur, viral di media sosial. Mirisnya, aksi tersebut disiarkan langsung atau live di media sosial TikTok. Dalam video berdurasi tiga menit itu, terdapat dua orang pelaku yang melakukan perundungan dengan aksi kekerasan, yaitu memukul kepala korban. Pada video lainnya, pelaku mengaku, punya paman yang merupakan seorang jenderal. Ia juga mengatakan tidak takut berurusan dengan hukum dan siap untuk dibui (penjara). (Detik, 28-4-2024).
Maraknya Bullying yang makin hari membuat masyarakat resah, khususnya para orang tua. Meski Kadus bullying ini sudah terjadi sejak lama, namun kian hari kasus yang terjadi kian mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, bullying yang terjadi telah sampai ke arah fisik, bahkan korban sasaran bullying terjadi hampir di semua usia, mulai dari SD hingga perguruan tinggi.
Fenomena bullying mestinya menjadi alarm untuk semua kalangan, problem masih yang terjadi di dunia pendidikan dengan berlandaskan sekulerisme adalah sesuatu yang keliru. Prestasi akademik yang meningkat tidak bisa menjamin kemampuan para generasi dalam mengatasi masalah interaksi lingkungan dan masalah pribadinya. Faktanya, para pelajar hanya pintar akademik tapi nol perkara akidah dan minimnya akhlak. Inilah dampak dari penerapan sistem sekulerisme yang melahirkan sikap apatis dan individualisme.
Di sisi lain, derasnya informasi dari media yang seolah tak dapat dibendung yang memuat konten-konten kekerasan, mulai dari game hingga film yang mudah di tiru dalam kehidupan nyata. Maka wajar jika rusaknya generasi muda juga terjadi secara sistematis. Hal ini karena sistem yang ada baik sistem pendidikan, sistem pergaulan, sistem hukum, dan sistem informasi mengabaikan penjagaan generasi muda dari kerusakan.
Lantas yang menjadi pertanyaan publik, mengapa kasus ini semakin marak tanpa ada pencegahan yang berarti? Bahkan negara memastikan dirinya untuk mengambil peran kuratif ketimbang preventif.
Sudah terjadi, lalu baru sibuk memikirkan langkah menyelesaikannya. Hal itu pun jika mereka mendapatkan ide baru. Jika tidak, justru akan muncul kasus baru yang sama setiap harinya. Kalaupun pemerintah mengambil langkah lewat peningkatan prestasi akademik siswa di sekolah untuk menghadapi masalah bullying. Hal tersebut tidak menjadi jaminan bagi siswa untuk mengatasi masalah pribadi dan interaksi mereka dengan lingkungan.
Dalam Islam perbuatan bullying adalah perbuatan yang dilarang dan termasuk perbuatan tercela. Sebagaimana Allah Swt berfirman :
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." ( Q.S Al- Hujurat:11).
Islam memandang bahwa menjaga generasi muda bukan hanya tanggung jawab orang tua, akan tetapi masyarakat dan juga negara. Bersinergi antara keluarga, sekolah dan masyarakat adalah sebuah keniscayaan untuk mewujudkannya. Ketahanan keluarga adalah benteng utama bagi generasi, karena keluarga merupakan madrasah pertama dan sekaligus arsitek karakter generasi. Membekalinya dengan akidah yang benar dan akhlak terpuji akan menangkis gempuran pengaruh negatif. Begitu juga masyarakat memiliki kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar dan sebagai kontrol sosial ditengah masyarakat.
Khilafah meletakkan prinsip kurikulum, strategi dan tujuan pendidikan berdasarkan akidah Islam. Sehingga terbentuk SDM terdidik dengan pola sikap yang baik. Sistem informasi negara memastikan sebagai perisai dalam menyaring segala tayangan di media elektronik, media massa, maupun media sosial yang merusak akidah dan akhlak.
Sudah saatnya umat Islam harus memahami bahwa sistem yang eksis sekarang ini sudah teramat berbahaya, baik dalam sistem pendidikan, ekonomi, sosial dan generasi Islam. Marilah bersama-sama mengembalikan tatanan kehidupan sesuai aturan sang Khaliq.
Wallahu a'lam bishowwab