| 31 Views

Kebijakan Anti-Islam Kian Nyata: AS Tangkap Aktivis Muslim dengan Tuduhan Tak Berdasar

CendekiaPos - WASHINGTON – Gelombang kebijakan anti-Islam di Amerika Serikat semakin terang-terangan. Baru-baru ini, aparat keamanan AS menangkap Mahmoud Khalil, seorang aktivis Muslim dan mantan mahasiswa pascasarjana Universitas Columbia, dengan tuduhan yang kontroversial. Pemerintah AS mengklaim bahwa Khalil memiliki hubungan dengan Hamas, meskipun tidak ada bukti konkret yang mendukung tuduhan tersebut.

Penangkapan ini memicu kemarahan luas di kalangan aktivis hak asasi manusia. Banyak pihak menilai langkah ini sebagai serangan terhadap kebebasan berbicara dan hak-hak sipil, terutama bagi komunitas Muslim di Amerika.

Perintah Eksekutif yang Menuai Kontroversi

Dalam sebuah pernyataan resmi, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS menyebutkan bahwa penangkapan ini dilakukan untuk menegakkan perintah eksekutif Presiden Trump yang melarang anti-Semitisme.

"Pada tanggal 9 Maret 2025, untuk mendukung perintah eksekutif Presiden Trump yang melarang anti-Semitisme, dan berkoordinasi dengan Departemen Luar Negeri, Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai AS menangkap Mahmoud Khalil, mantan mahasiswa pascasarjana Universitas Columbia," demikian pernyataan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, dikutip dari Al Jazeera.

Namun, banyak pihak melihat kebijakan ini sebagai alat untuk membungkam suara-suara pro-Palestina di AS. Apakah ini benar-benar tentang keamanan, atau justru bentuk represi politik terhadap Muslim yang berani menyuarakan keadilan?

Kecaman dari Kelompok Hak Asasi: Serangan terhadap Kebebasan Berpendapat

Organisasi hak asasi manusia di AS langsung bereaksi keras atas penangkapan Mahmoud Khalil. American Civil Liberties Union (ACLU) dengan tegas mengecam tindakan ini sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berpendapat.

"Menyingkirkan seorang mahasiswa dari rumah mereka, menantang status imigrasi mereka, dan menahan mereka hanya berdasarkan sudut pandang politik akan membekukan kebebasan berbicara dan advokasi mahasiswa di seluruh kampus di seluruh negeri," tulis ACLU dalam pernyataannya di platform X (Twitter).

Cabang ACLU di New York bahkan menyebut penangkapan ini sebagai "serangan yang ditargetkan, tindakan balas dendam, dan pelanggaran ekstrem terhadap hak-hak Amandemen Pertama."

Apakah Ini Awal dari Gelombang Penindasan Baru?

Pusat Hak Konstitusional (CCR) juga menyatakan bahwa mereka "sangat menentang" penahanan Khalil dan memperingatkan bahwa kasus ini bisa menjadi awal dari gelombang penindasan serupa terhadap aktivis Muslim lainnya.

"Mahmoud memiliki tim pengacara yang berpengalaman dan berdedikasi yang bekerja sepanjang waktu untuk menentang setiap upaya deportasi yang hanya didasarkan pada advokasi hak asasi manusia atas nama warga Palestina," ujar CCR dalam pernyataannya.

Penahanan Khalil menimbulkan ketakutan bahwa Muslim di Amerika kini menjadi target utama kebijakan represif, terutama mereka yang berani mengkritik kebijakan luar negeri AS dan membela hak-hak Palestina.

Jangan Diam!

Kasus ini menjadi alarm keras bagi kita semua bahwa Islamofobia kini semakin dilegalkan di Amerika Serikat. Jika aktivis seperti Mahmoud Khalil bisa ditangkap hanya karena berbicara tentang hak asasi manusia, siapa yang selanjutnya?

Apa yang bisa kita lakukan?
Sebarkan kesadaran tentang kebijakan diskriminatif ini.
Dukung gerakan hak asasi manusia yang memperjuangkan kebebasan berpendapat.
Tegaskan dukungan untuk Palestina dengan tidak tinggal diam terhadap ketidakadilan.
Boikot kebijakan dan produk yang mendukung penindasan terhadap Muslim.

Saatnya bersatu dan melawan ketidakadilan ini! Jangan biarkan suara kita dibungkam!

#JusticeForMahmoud #StopIslamophobia #FreePalestine


Share this article via

59 Shares

0 Comment