| 166 Views

Bulliying Lagi, Standar Usia Anak Harus Dievaluasi

Oleh: Ranita

Bukan The Glory, bukan juga Revenge of Others. Ini kisah nyata. Entah terinspirasi oleh drama korea, ataukah justru drama diinspirasi oleh dunia nyata. Menjelang bulan suci, Indonesia justru digempur dengan banyak terungkapnya kasus bully. Tak hanya menimpa pria, perempuan pun terseret juga. Mirisnya, korban dan pelaku masih berusia belasan.

Di awal Februari 2024, terjadi kasus bully di salah satu SMA internasional di Serpong. Kejadian ini menggemparkan tanah air karena menyeret nama salah satu anak selebriti. Di akhir bulan yang sama, kembali terjadi kasus bully di salah satu pondok pesantren di Kediri hingga menyebabkan hilangnya nyawa. Tak kalah ngilu, di Batam, empat remaja putri mengeroyok dan menyundut rokok dua remaja putri lainnya karena dipicu masalah asmara.

Dianggap Belia, Hukuman Tak Membuat Jera
Kasus bulliying semacam ini, bukan yang pertama kalinya. Umumnya, pelaku bulliying yang masih remaja melakukan aksinya secara berkelompok. Meski dipicu berbagai masalah, seringkali bulliying di lingkungan sekolah terjadi karena budaya senioritas. Kakak kelas merasa berhak melakukan kekerasan untuk mendisiplinkan juniornya. Tak jarang permasalahan ini menjadikan korbannya meregang nyawa.

Mirisnya, hukuman bagi pelaku bulliying tak sebanding dengan kerugian psikis dan fisik korban. Pada kasus bulliying anak yang pelakunya adalah orang dewasa, pasal 80 UU 35/2014 menetapkan bahwa rentang hukuman dari ringan sampai berat adalah 3 tahun 6 bulan hingga 5 tahun. Jika korban meninggal, pelaku hanya diancam dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Hukuman yang tak sebanding dengan kejahatan ini, akan makin ringan jika pelaku masih berusia di atas 12 tahun dan di bawah 18 tahun. Pelaku dianggal masih di bawah umur, sehingga menurut UU SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak), pendekatan yang dilakukan adalah restoratif.

Menurut hukumonline.com (22/2/2024), anak bisa dijatuhi pidana penjara di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) jika tindakannya dianggap membahayakan masyarakat, yakni setengah dari hukuman maksimum orang dewasa. Padahal meski berusia di bawah 18 tahun, para pelaku bulliying umumnya telah melewati fase baligh dan mumayyiz. Dalam pandangan syariat, mereka dianggap sudah dewasa dan harus diperlakukan sebagaimana orang dewasa, yakni adanya pembebanan hukum syarak.

Menghentikan Bulliying: Meletakkan Usia Pada Tempatnya
Secara Alamiah, manusia akan merasa takut dan khawatir melakukan kejahatan jika sanksi kejahatan tersebut terasa mengerikan. Sebaliknya, kejahatan hanya akan menjadi inspirator bagi para pelaku lain  jika sanksi yang diterima lebih ringan dari resiko dan dampak kejahatan tersebut.
Karenanya, pemberian sanksi yang sangat ringan pada pelaku bulliying hanya akan menjadikan kasus ini berulang dan tumbuh semakin subur. Untuk menghentikan kasus bulliying diperlukan hukuman yang mampu memberikan efek jera sehingga kejahatan dapat dicegah. Langkah pertama adalah dengan menata ulang definisi anak dan dewasa sebagaimana Islam telah menempatkan standarnya. Allahu a'lam.


Share this article via

106 Shares

0 Comment