| 60 Views
Afwan Saya Mundur dari Dakwah
Oleh: Zain Rangkayo Sati
Seorang pengemban dakwah itu bukanlah orang yang punya banyak waktu kosong lalu mengisinya dengan aktivitas dakwah, tapi ia adalah orang yang meluangkan waktu dan kesibukannya untuk menjalankan kewajiban dakwah.
Sebagai manusia biasa, tidak jarang dirinya juga kerepotan membagi waktu antara mencari nafkah, menuntut ilmu, menjalankan amanah dakwah, hingga menyediakan momen khusus untuk menyenangkan keluarga tercinta.
Lelah memang, apalagi bagi yang telah memegang beberapa amanah dakwah.
Saat itulah kadang kelemahannya sebagai manusia muncul, ada "sesuatu" yang berbisik agar berhenti halqah, mundur melepaskan beberapa amanah dakwah hingga keluar dari jama'ah. Kadang sampai terpikir, jika dirinya berhenti pun pasti masih banyak yang akan menggantikan dan umat juga pasti tidak akan merasa kehilangan.
Bisikan itu tak serta merta diikutinya. Dipandanginya lagi wajah anak-anaknya yang tengah terlelap sambil membayangkan apa jadinya kelak kehidupan mereka jika alam sekuler ini masih tetap dibiarkan ada. Apa jadinya jika ia hanya mencukupkan diri mendidik anak-anaknya dengan ketaqwaan individu, sementara itu pengaruh, kerusakan dan godaan diluar benar benar nyata, apalagi tanpa kehadiran negara yang meriayah dan menjaga ketaqwaan rakyatnya.
Air matanya menetes, lama dia sesenggukan menahan tangis dalam diam, berharap anak-anak dan istrinya tak terbangun dan mengetahui kelemahan hatinya.
Beruntung, rintik hujan segera turun seolah-olah memahami bahwa ada air mata yang harus disembunyikan. Bahkan kini isak tangisnya bergemuruh dalam dekapan sang hujan, riuh rendah bersama deru sang angin yang semakin menina bobokkan keluarga tercinta.
Teringat kembali nasehat para musyrifnya dulu bahwa dakwah tak hanya tentang menjalankan kewajiban, tak hanya tentang bentuk kasih sayang kepada umat, tak hanya sebagai bentuk perlindungan agar keluarga tak tergelincir dalam maksiat, tapi juga sebagai bentuk kecintaan kepada Rasulullah dan para sahabat.
Dibuka-bukanya kembali beberapa kitab tentang beratnya perjuangan Rasulullah dan para sahabat Beliau dalam mengemban dakwah. Yang mereka hadapi bukan hanya rentetan fitnah, tapi sampai harus rela bertaruh nyawa dan berdarah-darah.
Astaghfirullah...
Tiba-tiba dirinya merasa teramat malu. Malu karena selama ini telah menjadikan rasa lelah, kesibukan mencari nafkah, hujan, dan cibiran masyarakat sebagai alasan untuk mundur dari dakwah. Malu karena selama ini lebih suka cari aman dan bersembunyi dari panggilan dakwah.
Pejuang akan dipertemukan dengan para pejuang, sebagaimana pecundang juga akan dipertemukan dengan para pecundang. Lalu apa yag harus dikatakannya dihadapan Rasulullah kelak tentang mimpi-mimpinya untuk membersamai Beliau, sementara itu saat di dunia ia malah lari dari medan perjuangan?
Diliriknya jam dinding, ternyata masih ada waktu. Diambilnya kitab dan segera bergegas menemui musyrifnya. Derasnya hujan memang masih mendera, tapi kali ini takkan sanggup mematahkan semangatnya.
Karena dia yakin halangan ini belumlah seberapa...
Karena dia yakin bahwa ada manusia mulia yang kelak akan menunggu dirinya, di jannah-Nya..
"Ya Allah... pertemukanlah kami kelak dalam barisan para pejuang disamping Rasul-Mu, Muhammad ﷺ "